Candu Impor Kereta Bekas Jepang

Safrezi Fitra
21 Agustus 2019, 08:50
kereta bekas, krl bekas jepang, impor kereta bekas, PT KAI, INKA, hibah kereta jepang
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
KRL Commuter Line

Demi meningkatkan kapasitas angkut penumpang, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) akan menambah rangkaian kereta rel listrik (KRL) menjadi 119 unit. Seluruh kereta tambahan ini diimpor dari Jepang. Ini merupakan kereta bekas yang sudah tidak dipakai lagi di Negeri Sakura. 

"Tahun ini kami akan mendatangkan 100 kereta. Mungkin akan datang sisanya lima rangkaian lagi," kata Direktur Keselamatan KCI John Roberto, seperti dikutip Antara, Kamis (15/8).

Dengan tambahan kereta ini, KCI menargetkan bisa mengangkut hingga 1,2 juta penumpang per hari di akhir 2019. Berdasarkan data KCI, saat ini anak usaha PT Kereta Api Indonesia (KAI) tersebut baru bisa mengangkut 1,1 juta penumpang per hari.

(Baca: Ujicoba LRT Dimulai, Ini Beda LRT, MRT, dan KRL)

KCI optimistis target tersebut bisa tercapai. Apalagi, permintaan akan kereta selalu ada seiring dengan kebutuhan masyarakat akan moda transportasi tersebut. Saat ini ada 958 perjalanan KRL per hari, dengan lima lintasan yang total panjangnya 418 kilometer.

Pembelian kereta yang dilakukan KCI memunculkan pertanyaan. Indonesia sudah memiliki PT Industri Kereta Api (INKA), tapi KCI malah mengimpor kebutuhan keretanya dari luar negeri. Bahkan, kereta yang diimpor pun adalah kereta bekas yang usianya sudah uzur.

Direktur Utama INKA Budi Noviantoro mengatakan kereta impor dari Jepang tidak bisa dibandingkan dengan kereta buatan perusahaannya. Alasan utama KAI mengimpor kereta dari Jepang adalah terkait harga. Kereta yang diimpor dari Jepang merupakan kereta bekas yang harganya lebih murah dari kereta baru buatan INKA.

Dia menjelaskan biaya untuk mendatangkan kereta bekas dari Jepang rata-rata sekitar Rp 2 miliar. Biaya ini jauh lebih murah dibandingkan harga kereta baru yang diproduksi INKA, mencapai US$ 1,3 juta atau setara Rp 18 miliar, dengan kurs sekarang. "Di Jepang, meski hanya membuang barang bekas juga mahal ongkosnya. Tapi kalau harus beli baru juga lebih mahal," kata Budi di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (19/8).

Meski begitu, kata Budi, KAI masih mempertimbangkan untuk membeli kereta dari INKA. Salah satu pertimbangannya adalah masalah perawatan kereta bekas dari Jepang yang menyulitkan. Suku cadangnya susah didapat karena banyak yang sudah tidak diproduksi. Biaya perawatannya juga bisa mahal, karena umur keretanya sudah tua.

(Baca: KCI Berencana Kurangi Subsidi Tarif Commuter Line)

Selain itu, izin dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terhadap PT KCJ terkait teknis impor barang modal bekas akan segera habis masa berlakunya. "Kelihatannya KAI sudah tidak punya izin di situ, sehingga mau tidak mau mereka butuh kereta baru untuk 2023," kata Budi.

Hibah Kereta Bekas Jepang

Kehadiran kereta bekas Jepang melintas di rel KAI berawal dari hibah. Pada 2000, Pemerintah Kota Tokyo menghibahkan KRL Toei seri 6000 kepada pemerintah Indonesia. Ini salah satu kereta legendaris, karena merupakan KRL berpendingin (AC) eks-Jepang pertama yang beroperasi di Indonesia. Kereta ini juga menandai dimulainya era modernisasi KRL Jabotabek.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...