Asosiasi Fintech Indonesia Lihat Peluang Besar Masuknya WhatsApp Pay
WhatsApp dikabarkan akan meluncurkan layanan pembayaran di Indonesia dengan menggaet beberapa pemain dompet digital seperti GoPay, OVO, dan DANA. Menanggapi hal tersebut, Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) menilai peluang kolaborasi para dompet digital tersebut masih sangat besar mengingat pasar yang masih luas.
Ketua Umum Aftech Niki Santo Luhur mengatakan, pasar industri pembayaran digital masih sangat besar. Apalagi, menurut dia, masih banyak masyarakat yang menggunakan uang tunai dalam bertransaksi.
"Jadi, peluang dompet digital di Indonesia masih sangat besar. Apalagi, kita melihat behavior (kebiasaan) masyarakat mengenai adopsi aplikasi messenger seperti WhatsApp juga sangat besar," ujar Niki kepada Katadata, Kamis (22/8).
Ia melanjutkan, peluang dompet digital biasanya berkaitan dengan penggunaannya (use case). Ia mencontohkan beberapa pemain fintech besar di Tiongkok menggunakan use case dari sisi fitur messenger (chat).
Oleh karena itu, menurut dia, peluang WhatsApp Payments untuk melayani transaksi pembayaran di Indonesia sangat besar.
(Baca: WhatsApp Harus Penuhi Empat Syarat untuk Layanan Keuangan di Indonesia)
"Nah, apakah itu dari WhatsApp sendiri atau dari instansi lain atau kemitraan dengan instansi internasional atau lokal. Kami akan tunggu dan lihat (bagaimana nanti)," ujarnya.
Kendati demikian, ia mengingatkan untuk masuk ke layanan pembayaran, WhatsApp harus memenuhi sejumlah ketentuan yang telah ditetapkan oleh regulator di Indonesia khsususnya dalam industri pembayaran. "Siapa pun pelakunya, lokal atau internasional harus mengikuti peraturan dari Bank Indonesia, termasuk WhatsApp," jelasnya.
Sebelumnya, Bank Indonesia telah menetapkan beberapa syarat bagi WhatsApp apabila ingin meluncurkan platfrom pembayaran di Indonesia. Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta menjelaskan, syarat pertama adalah perusahaan pengembang platform media sosial itu harus berbadan hukum Indonesia.
“Mereka harus mengajukan izin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP),” katanya kepada Katadata.co.id, Rabu (21/8).
(Baca: Metamorfosa WhatsApp, dari Aplikasi Percakapan ke Platform Pembayaran)
Kedua, perusahaan asing yang ingin menjadi PJSP di Indonesia juga harus tunduk terhadap ketentuan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PTP). Regulasi ini mencakup perizinan, kewajiban, laporan, peralihan izin, pengawas, larangan hingga sanksi.
Ketiga, jika ingin menyediakan layanan pembayaran lintas negara (crossborder payment) menggunakan kode QR (QR Code), WhatsApp harus bekerja sama dengan Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) 4 alias bank kakap dengan modal inti di atas Rp 30 triliun. Biasanya, fasilitas seperti ini untuk keperluan wisatawan mancanegara.
“Penerbit instrumen (pembayaran) apapun yang menggunakan teknologi kode QR, layanannya bisa digunakan oleh pemegang instrumen di Indonesia, maka yang bersangkutan harus bekerja sama dengan bank BUKU 4. Dengan syarat-syarat legalitas, kompetensi, kinerja, keamanan, dan keandalan, serta hukum," katanya.
Keempat, syarat tersebut harus dipenuhi dengan menyampaikan dokumen perizinan atau rekomendasi dari otoritas sistem pembayaran setempat. Jika hal-hal ini dapat dipatuhi oleh WhatsApp, perusahaan itu bisa menyediakan layanan keuangan di Tanah Air.