Marak Hambatan Dagang, Pengusaha Lirik Potensi Pasar Afrika

Rizky Alika
26 Agustus 2019, 17:59
Kapal tunda melintas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (14/8/2019). Berdasarkan data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juni 2019, neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus 200 juta dolar AS dengan nilai ekspor sebesar 11,78 miliar dola
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Kapal tunda melintas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (14/8/2019). Berdasarkan data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juni 2019, neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus 200 juta dolar AS dengan nilai ekspor sebesar 11,78 miliar dolar AS, sementara impor mencapai 11,58 miliar dolar AS.

Kalangan usaha menyambut positif langkah pemerintah memperluas akses perdagangan internasional ke pasar non-tradisional, seperti Afrika. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Kamdani menilai Afrika dapat menjadi pasar potensial di tengah hambatan ekspor minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) ke Uni Eropa.

"Potensial untuk menjadi alternatif sumber pendapatan ekspor ketika pasar tradisional sedang lesu atau memberikan barrier yang tinggi terhadap ekspor Indonesia," kata dia kepada katadata.co.id Senin (26/8).

Menurutnya, pengusaha memerlukan sebanyak mungkin pasar ekspor alternatif agar potensi penerimaan tidak bergantung pada negara tertentu.

Shinta menuturkan Afrika memang tidak punya daya beli besar dan pasarnya jauh lebih kecil dibanding negara tradisional seperti Tiongkok, Uni Eropa atau Amerika Serikat. Namun, kawasan tersebut memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih besar dan relatif stabil di tengah perang dagang.

(Baca: Buka Pasar Baru, Pemerintah Dorong Kerja Sama Dagang dengan Afrika)

Shinta pun menyarankan,pemerintah membangun economic intelligence yang kuat untuk memastikan produk Indonesia diterima dengan baik di pasar Afrika. Sebab, kedua negara merupakan sama-sama negara berkembang.

Dengan kesamaan tersebut, Indonesia-Afrika mempunyai tipe barrier perdagangan yang relatif tinggi serta kebijakan yang sering berganti sehingga memiliki ketidakpastian perdagangan.

Selain itu, kedua negara memiliki kecenderungan untuk memproteksi pasar domestik dan pelengkap ekonomi yang cukup rendah. "Sehingga banyak produk yang bila dikerjasamakan, memiliki direct competition," ujarnya.

Dia berharap, bisa segera mencari solusi atas pemasalahan tersebut, misalnya dengan skema kerja sama pemerintah. Ketika kerjasama tersebut diberlakukan, produk Indonesia dapat diterima dan tidak merugikan pasar Afrika. Dengan demikian, risiko proteksionisme terhadap produk Indonesia menjadi lebih rendah.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...