Ekspor Produk Daur Ulang Plastik Ditaksir Tembus Rp 6,2 Triliun
Ekspor produk industri daur ulang plastik sepanjang tahun ini diprediksi tembus US$ 441 juta atau sekitar Rp 6,2 triliun. Angka ini meningkat 19% dari tahun sebelumnya yang berkisar US$ 370 juta atau Rp 5,2 triliun.
Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier mengatakan potensi pengembangan industri daur ulang plastik di Indonesia masih cukup besar, mengingat daur ulang sampah rumah tangga masih berada di level 15,22%.
(Baca: Pemerintah Diminta Kaji Ulang Izin Industri Pengimpor Sampah Plastik)
“Artinya masih ada jenis plastik yang belum didaur ulang. Pemerintah menargetkan, limbah plastik yang didaur ulang pada tahun 2019 ini bisa mencapai 25%,” ujarnya di Jakarta, Jumat (24/8).
Adapun industri plastik daur ulang saat ini telah memproduksi banyak jenis barang. Pengusaha di sektor tersebut, telah mengolah bahan baku sampah plastik menjadi bahan bangunan seperti kusen, pintu hingga palang otomatis dengan nilai tambah lebih besar.
Kebutuhan bahan baku industri daur ulang plastik sebanyak 913 ribu ton dipenuhi dari dalam negeri dan 320 ribu ton dari impor. Meski begitu, para pelaku industri daur ulang masih menghadapi salah satu tantangan terkait pasokan bahan baku. Sebab, untuk jenis plastik yangberupa sampah, sulit dipisahkan menjadi bahan baku industri.
Pelaku industri biasanya memilah kriteria sampah yaitu layak recycle atau tidak layak recycle. Selain itu, pasokan bahan baku plastik daur ulang dari luar negeri juga mengalami hambatan, karena ada regulasi yang mewajibkan bahan baku scrap plastik yang diimpor dengan kriteria 100% homogen atau tidak ada campuran atau bahan pengotor lainnya.
“Ketentuan tersebut dirasa sulit untuk dipenuhi oleh pelaku industri daur ulang,” kata dia.
Meskipun masalah ini bisa diatasi dengan penggunaan mesin insenerator untuk mengolah sisa produksi yang berasal dari bahan pengotor bahan baku, sehingga menghasilkan buangan yang lebih ramah lingkungan.
Taufik juga menegaskan, pemerintah berkomitmen menolak sampah plastik ditujukan ke Indonesia. "Kami menolak segala bentuk upaya, baik negara-negara pihak ketiga yang mengirim sampah," ujarnya.
Tapi pihaknya mendukung apabila pelaku industri mengimpor scrap plastik dengan cara mengolahnya menjadi produk bernilai tambah untuk kemudian di ekspor kembali sehingga mampu menghasilkan devisa.
Penurunan Omzet
Sementara itu, Asosiasi Ekspor Impor Plastik Industri Indonesia (AEXIPINDO) mengkalim pihaknya mengalami kerugian cukup besar akibat kebijakan pembatasan impor sampah plastik.
Akibatnya, banyak kontainer berisi bahan baku plastik yang tertahan di pelabuhan dalam jangka waktu hingga tiga bulan. Padahal, plastik tersebut menurutnya akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk daur ulang.
"Ekspor kami turun kurang lebih 80% sekarang hanya menjadi 20%. Bahkan 60-70% karyawan sudah kami rumahkan," ujar Ketua Umum Asosiasi Ekspor Impor Plastik Industri Indonesia (AEXIPINDO) Akhmad Ma’ruf Maulana di Jakarta.
(Baca: Aturan Impor Sampah Diperketat, Harus Lewat Rekomendasi 2 Kementerian)
Sebelumnya, AEXIPINDO dikabarkan melakukan impor sampah berupa plastik dari negara lain, yang kemudian dibantah asosiasi.
Karena itu AEXIPINDO meneken kontrak kerja sama dengan Komite Peduli Lingkungan Hidup Indonesia (KPLHI) untuk membangun mekanisme pengolahan sisa produksi melalui fasilitas insenerator dan pengawasan yang komprehensif.
Ketua Umum KPLHI, Iwan Setiawan Prahanarta menyatakan bahwa kerjasama ini pertama kali dilakukan pihaknya bersama pelaku industri. Ia berharap dengan kerjasama ini KPLHI dapat mengimplementasikan sistem dan teknologi yang dapat dilakukan.
“Kemarin kurang lebih ada 18 anggota perusahaan asosiasi yang sudah berjalan dengan kapasitas pengolahan paling tidak 100-120 ton per hari," ujar Iwan.
Menurut dia, kedua pihak sepakat beban lingkungan daru sampah plastik harus dimusnahkan, dengan sistem zero waste. Sehingga tidak ada lagi permasalahan perusahaan dari sisi lingkungan.
(Dorothea Putri Verdiani, Reporter Magang)