Yang Perlu Diperhatikan Saat Akan Berinvestasi di Fintech P2P Lending

Pingit Aria
3 September 2019, 05:30
Telaah - Fintech
rawpixel/123rf

Agus Wibowo tertarik mendengar cerita kawan kantornya, Rizki Hasan yang berinvestasi melalui financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending. Rizki memang baru menerima modal yang ditanamkannya kepada seorang ibu pengusaha kecil di Nusa Tenggara Timur melalui fintech.

Dengan modal sebesar Rp 2 juta, Rizki mendapat imbal hasil sebesar 9% dalam waktu setahun, lebih tinggi dari bunga deposito. Tapi, bukan itu saja yang membuat Agus tertarik.

“Di fintech P2P lending, kita bisa memilih sendiri pengusaha atau proyek yang akan dibiayai, beberapa ada di daerah terpencil, jadi dampak sosialnya ada,” katanya di Jakarta, Senin (2/9).

Perusahaan financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending dapat menjadi pilihan untuk berinvestasi. Selain menjanjikan kemudahan karena semua prosesnya dilakukan secara online, skema ini menarik bagi milenial karena modal yang perlu disetorkan terbilang kecil, mulai dari Rp 100 ribu saja.

P2P lending merupakan suatu platform yang mempertemukan pemberi pinjaman (kreditur) dengan peminjam (debitur). Dalam P2P lending, ada ketentuan bunga untuk uang yang dipinjamkan.

Karena sifatnya pinjaman langsung, Anda bisa menanamkan modal di platform ini sebagai investor. Anda pun dapat memilih sendiri individu, badan usaha, atau proyek yang hendak Anda dibiayai.

Yang perlu diingat, investasi tak hanya menjanjikan keuntungan, tapi juga memiliki risiko. Dalam P2P lending, bisa saja Anda kehilangan dana akibat kredit macet. Untuk menghindari risiko tersebut, ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan:

1. Investasi di Perusahaan yang Terdaftar di OJK

Agar tidak menjadi korban penipuan, Anda harus memilih perusahaan fintech yang berstatus legal. “Gunakan yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saja," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Samuel Abrijani Pangarepan. Daftar perusahaan-perusahaan tersebut dapat diakses di sini.

Layanan pinjam meminjam uang secara digital sudah diatur oleh pemerintah. Di antaranya, Peraturan Bank Indonesia (BI) No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, Surat Edaran BI No. 18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital, dan Peraturan BI No. 18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik.

(Baca: Cegah Sengketa, 4 Tips Aman Ajukan Kredit ke Pinjaman Online)

Sedangkan aturan yang dirilis OJK, yakni Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital (IKD) di Sektor Jasa Keuangan dan POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Salah satu fintech yang terdaftar di OJK tersebut adalah PT Mekar Investama Sampoerna. Didukung oleh oleh Putera Sampoerna Foundation, Mekar punya misi untuk berdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) khususnya oleh perempuan.

“Fokus yang kami lakukan sekarang 95% dari peminjam ini adalah perempuan. Apalagi menurut riset, memang perempuan lebih bisa diandalkan, lebih tertib bayarnya dibanding laki-laki,” ujar Chief Operating Officer Mekar. Id Pandu Aditya di Kuningan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

2. Sesuaikan dengan Kebutuhan Pribadi

Anda sebaiknya mengenali kebutuhan keungan pribadi sejak awal sebelum memulai investasi, termasuk di P2P Lending. Apakah tujuan investasi Anda itu untuk sekadar untuk dana cadangan, ingin membeli sesuatu dalam waktu tertentu, dan sebagainya. Dengan begitu, Anda bisa menentukan alokasi dana, periode investasi, dan imbal hasil yang diharapkan.

3. Proteksi Dana

Anda dapat meminimalisir risiko investasi Anda dengan memilih perusahaan fintech yang memiliki sistem dana proteksi jika peminjam gagal bayar. Melalui skema proteksi ini, Anda bisa melihat seberapa kuat komitmen perusahaan fintech terhadap investornya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...