Kiprah Sudirman Said dan Tuduhan Ingin Kuasai KPK
Nama Sudirman Said sedang tersorot di jagat maya. Ia dituduh ingin menguasai Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK untuk kepentingan politiknya. Tujuan utamanya adalah menguasai jaringan perdagangan minyak di Indonesia.
Informasi itu tersebar melalui akun anonim di Twitter, salah satunya @MataMataRakyat, kemarin (7/10). Akun ini menyebarkan tuduhan dalam bentuk dokumen PDF, beserta cuitan-cuitannya.
Menurut dokumen tersebut, Sudirman melancarkan aksinya melalui jaringan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI). Ia merupakan salah satu pendiri organisasi antikorupsi itu pada 1998.
Tokoh-tokoh yang disebut dalam jaringan itu adalah Ahmad Fikri Assegaf (pendiri HukumOnline.com), Amien Sunaryadi (eks Kepala SKK Migas dan Komisioner KPK), Bambang Harymurti (eks Pemimpin Redaksi Majalah TEMPO), Chandra Hamzah (eks Komisioner KPK), Erry Riyana Hardjapamekas (eks Komisioner KPK), dan Hamid Chalid (pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan).
Penyidik senior KPK Novel Baswedan pun disebut dalam dokumen itu. Novel disebut sebagai tangan utama Sudirman di KPK. Pengaruh Novel di KPK saat ini sangat kuat karena menjadi komandan paling dipatuhi dalam wadah pegawai komisi antirasuah tersebut.
Sudirman membantah semua tuduhan itu. “Ini kaset usang yang terus diputar. Kira-kira yang memutar pihak yang sama, yang tidak ingin korupsi diberantas. Yang tidak ingin mafia dan pemburu rente diberantas,” kata Sudirman di Jakarta, Selasa (8/10), seperti dikutip oleh Kumparan.com.
(Baca: Sudirman Said dan Berbagai Kegaduhan soal Freeport)
Kiprah Sudirman Said
Sudirman memiliki latar belakang pendidikan akuntansi. Ia menamatkan gelar sarjananya di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara pada 1990. Lalu, ia melanjutkan pendidikan master di George Washington University (Amerika Serikat) dan lulus pada 1994.
Pria kelahiran Brebes, 16 April 1963 itu memiliki enam orang anak dari istri pertamanya. Pada 2016, saat menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman menikah lagi dengan Astried Swastika Ayuningtyas.
Setelah dari MTI, ia pernah ditunjuk sebagai Penanggung Jawab Sementara Rektor Universitas Paramadina. Posisi itu terpaksa ia emban karena rektor yang menjabat, Nurcholish Madjid (Cak Nur), sedang sakit-sakitan.
Sudirman kemudian bekerja sebagai Deputi Kepala Badan Pelaksana Rekonstruksi dan Rehabilitas (BRR) Aceh-Nias pada 2005-2007. Ia membentuk satuan anti korupsi memantau proses rekonstruksi dan rehabilitasi di dua wilayah itu pasca gempa dan tsunami 26 Desember 2004.
(Baca: Sudirman Sebut Peran Jokowi di Freeport, Jonan: Perundingan Zaman Saya)
Pada 2008, ia mulai masuk ke dunia minyak dan gas bumi dengan bekerja untuk PT Pertamina (Persero). Kiprah Sudirman di perusahaan pelat merah ini lumayan moncer. Ia pernah menjabat sebagai sekretaris perusahaan dan kepala Integrated Supply Chain.
Di bawah kepemimpinan Ari Soemarno, abang Menteri BUMN Rini Soemarno, Sudirman sempat menjadi Direktur Umum dan Sumber Daya Manusia Pertamina. Ketika itu ia menggantikan Sony Soemarsono.
Keluar dari Pertamina, pada Mei 2013 ia diangkat sebagai Wakil Presiden Direktur PT Petrosea Tbk. Perusahaan tambang ini berada di bawah kelompok Indika Energy Group. Sudirman lalu melepaskan jabatan ini setelah ditunjuk oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan menjadi Direktur Utama PT Pindad.
Pada saat Joko Widodo (Jokowi) terpilih pertama kali, Sudirman ditunjuk sebagai Menteri ESDM pada Kabinet Kerja 2014-2019. Tapi masa jabatannya ini tidak ia tuntaskan.
Sudirman kena reshuffle kabinet pada 27 Juli 2016. Jokowi memilih Arcandra Tahar sebagai Menteri ESDM yang baru.
Tahun lalu, Sudirman maju sebagai calon gubernur Jawa Tengah. Pencalonan ini ia dapat dengan dukungan dari Partai Gerindra, PKB, PAN, PKS. Tapi ia dan pasangannya, Ida Fauziyah, kalah dari petahana Ganjar Pranowo.
(Baca: Singgung Kasus Petral, Sudirman Said Dituding Kecewa Dicopot Jokowi)