Jalan Berliku Penerapan ERP di Jakarta
Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek memastikan electronic road pricing (ERP) atau jalan berbayar elektronik menuju Ibu Kota Jakarta akan beroperasi pada 2020. Jalan nasional yang terkena sistem ini adalah Margonda (Depok, Jawa Barat), Daan Mogot (Tangerang, Banten), dan Kalimalang (Bekasi, Jawa Barat).
Kepala BPTJ Bambang Prihartono mengatakan pihaknya sedang menyusun peta jalan untuk melaksanakan jalan berbayar. “Pemerintah provinsi dan kabupaten nantinya akan bertanggung jawab di jalan daerah masing-masing,” katanya di Jakarta, Kamis (14/11).
Badan tersebut juga sedang mengkaji aturan hukumnya karena ERP masuk dalam kategori penerimaan negara bukan pajak atau PNBP. Peraturan pemeritahnya, menurut Bambang, perlu direvisi.
(Baca: Jalan Panjang ERP di Jakarta)
Jakarta sempat melakukan uji coba jalan berbayar, tepatnya di Jalan Merdeka Barat selama 20 hari pada 2018 lalu. Namun, sejak saat itu proyek ini berjalan di tempat.
Pemerintah Kota Bekasi meminta BPJT melakukan sosialisasi memadai dulu terkait rencana jalan berbayar elektronik ini. “Haru ada waktu panjang untuk sosialisasi. Saya takut warga Bekasi menolak,” kata Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Bekasi Deded Kusmuyadi.
Rencana penerapannya, menurut dia, terkesan mendadak. Rincian teknis penerpannya pun belum ada penjelasan. Belum lagi aturan seputar tarif, klasifikasi kendaraan, dan jam penerapan yang sampai sekarang tidak ada keputusannya.
Penerapan ERP juga bentrok dengan pembangunan Jalan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) yang belum rampung dan melintasi Jalan Kalimalang. "Apakah sepeda motor juga kena penerapan ERP? Kemudian untuk penduduk yang tinggal di sepanjang Jalan Kalimalang bagaimana?" ucapnya.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Depok Dadang Wihana mengatakan wacana ERP masih dalam pembahasan BPTJ, sehingga belum ada pembahasan terkait penerapannya pada tahun depan. "Dalam setiap kebijakan, semua elemen (stakeholder) harus diikutsertakan. Keputusan tersebut menyangkut hajat hidup banyak orang," katanya.
Dirinya meminta penerapan ERP di Jalan Margonda Raya pada 2020 tidak dijadikan polemik, sebab Pemerintah Kota Depok sedang fokus pada pembenahan transportasi umum dan infrastruktur pendukungnya.
(Baca: Tahun Depan Mobil Pribadi yang Masuk ke Jakarta Harus Bayar)
Sejarah Proyek ERP di Jakarta
Ide jalan berbayar sebenarnya bukanlah hal baru. Rencana ini muncul pada 2006 ketika ibukota dipimpin oleh Sutiyoso. Mantan Panglima Kodam Jaya ini ingin memberlakukan sistem ERP kepada para pemilik mobil pribadi yang melintas di jalur Blok M-Kota.
Pertimbangannya kala itu adalah kebijakan “3-in-1” sudah tidak efektif mengurangi kemacetan. Namun, pada 2007 rencana itu batal karena harus menunggu tujuh koridor busway TransJakarta beroperasi efektif terlebih dulu.
Kemudian rencana ini berlanjut ke gubernur berikutnya, Fauzi Bowo. Ia mendapat tawaran sejumlah teknologi dari negara lain. Salah satunya Q-Free dari Norwegia. Perusahaan ini berpengalaman menjalankan sistem ERP di Stockholm, Swedia.
Di kota itu, sistem jalan berbayar elektronik mampu menurunkan waktu tempuh sebesar 30% dan polusi 20%. Foke, panggilan popular Fauzi, ingin memberlakukan ERP paling cepat pada 2010. Tapi target ini meleset.
Ada dua sistem ERP yang bisa diterapkan. Pertama, memakai teknologi tercanggih dengan satelit atau global positioning system (GPS). Kedua, dengan sistem berbasis frekuensi radio, seperti dedicated short range communication (DSRC), dengan memasang pintu gerbang (gantry). Cara ini sudah diterapkan oleh negara pertama yang menggunakan ERP, yaitu Singapura.
Pemerintah provinsi DKI Jakarta lalu menargetkan ERP diterapkan pada pertengahan 2012. Namun, lagi-lagi gagal, meskipun Wakil Presiden Boediono turun tangan dan menugaskan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).
(Baca: Jejak ERP di Empat Gubernur Jakarta)
Upaya percepatan hanya sampai pada penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen Rekayasa Lalu Lintas yang terbit pada 21 Juni 2011. Tapi untuk mengimplementasikan kebijakan ERP butuh PP yang mengatur pajak dan retribusi daerah. Sampai sekarang aturan ini tak kunjung kelar.
Foke lalu menyerahkan masalah ini ke penerusnya, yaitu Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Keduanya tetap tak berhasil mewujudkan ide jalan berbayar elektronik dan mentok di urusan yang sama.
Kini, wacana ERP mengemuka kembali. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan masih akan membahas teknologi apa yang tepat untuk menerapkan jalan berbayar tersebut.
Pemerintah provinsi Jakarta juga akan mengulang proses tender pengadaan sistem jalan berbayar ini dari awal. Penyebabnya, Kejaksaan Agung pada September lalu memutuskan agar proyek ini melakukan tender ualng.
Dinas Perhubungan sudah membatalkan anggaran tahun ini untuk penyediaan ERP sebesar Rp 40,7 miliar. Kajian ulang sistem jalan berbayar akan dimulai pada tahun depan, menggunakan dana Rp 1,2 miliar.