Selamatkan Jiwasraya, Erick Bentuk Holding BUMN Asuransi Tahun Depan
Menteri BUMN Erick Thohir bakal membentuk holding BUMN Asuransi pada tahun depan. Pembentukan induk usaha ini merupakan bagian dari restruktirsasi sebagai upaya menyelamatkan PT Asuransi Jiwasraya.
“Supaya nanti ada cash flow, juga membantu nasabah yang hari ini belum mendapat kepastian,” kata Erick di Hotel Novotel Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (18/12).
Pembentukan holding ini ditargetkan rampung dalam enam bulan. Namun, proses restrukturasi Jiwasraya diperkirakan membutuhkan waktu yang lebih panjang.
Hal ini, menurut Erick, mengingat masalah yang terjadi di Jiwasraya sudah menumpuk sejak 2006 lalu. “Tapi pada 2011 terus meningkat, karena itu memang proses restrukturasi yang dilakukan sampai sepuluh tahun ini pasti memerlukan waktu,” kata Erick.
(Baca: Jiwasraya Tak Mampu Bayar Klaim Jatuh Tempo Tahun Ini Rp 12,4 Triliun)
Hal senada disampaikan Presiden Joko Widodo. Menurut Jokowi, pemerintah butuh waktu untuk menyelesaikan persoalan Jiwasraya.
Adapun terkait dengan perkara kriminal yang terjadi di kasus Jiwasraya, Jokowi menyerahkan prosesnya kepada aparat penegak hukum. “Kami harapkan nanti segera selesai,” kata Jokowi.
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko sebelumnya mengatakan permasalahan yang dialami perusahaan yang dipimpinnya sudah dialami sejak bertahun-tahun lalu. Ia baru mengetahui masalah ini setelah mulai memimpin pada akhir tahun lalu.
Hexana juga mengatakan tidak menemukan hasil audit keuangan perusahaan yang kredibel dalam lima tahun terakhir, kecuali audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2015.
(Baca: Sri Mulyani Bakal Libatkan KPK dalam Kasus Jiwasraya)
Ia menjelaskan, salah satu sumber permasalahan Jiwasraya adalah gagal dalam pembentukan harga produk Saving Plan. Pada produk tersebut, BUMN Asuransi ini menjanjikan imbal hasil tinggi kepada nasabah tak sesuai dengan kondisi pasar.
Perusahaan juga sebelumnya tidak hati-hati dalam menginvestasikan premi. Berdasarkan aturan OJK, 30% premi harus diinvestasikan ke surat utang negara. Namun, Jiwasraya malah menempatkan sebagian besar investasi pada reksa dana dan saham.
"Sebab, kalau pakai surat utang negara itu tidak akan pernah mengejar janji return ke nasabah. Makanya, ke saham dan reksa dana saham," ujar Hexana.
Selain itu, JIwasraya tidak melakukan tata kelola perusahaan yang baik atau GCG. “GCG tidak diterapkan dengan baik, jadi tidak ada kontrol yang baik. Audit investasi bahkan tidak ada selama ini, baru ada 2018," kata dia.
(Baca: Jadi Korban Jiwasraya, Bos Samsung Indonesia Mengadu ke DPR)
Berdasarkan dokumen RDP Jiwasraya sebelumnya, pembentukan holding masuk dalam salah satu skema penyelamatan BUMN asuransi ini. PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia atau BPUI yang digadang-gadang akan menjadi induk usaha.
Nantinya, Bahana diharapkan dapat memberikan suntikan modal kepada Jiwasraya dengan menebitkan obligasi subordinasi atau mandatory convertible bond atau MCB. Adapun MCB tersebut akan diserap oleh sejumlah BUMN.
Skema ini diperkirakan akan menghasilkan tambahan likuiditas untuk Jiwasraya mencapai Rp 7 triliun. Sementara per September 2019, ekuitas Jiwasraya tercatat negatif Rp 24 triliun. BUMN diperkirakan membutuhkan likuiditas mencapai Rp 32 triliun untuk memenuhi ketentuan permodalan OJK atau RBC sebesar 120%.
Kondisi keuangan Jiwasraya lebih detail dapat dilihat dalam databoks di bawah ini.