BPK Menilai Kasus Jiwasraya Gigantik Sehingga Berisiko Sistemik
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menilai masalah keuangan yang dialami Asuransi Jiwasraya memiliki risiko sistemik. Maka itu, instansinya mengambil kebijakan untuk turut mengungkap masalah tersebut.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tentang pengaturan dan pengawasan makroprudensial, risiko sistemik adalah potensi instabilitas akibat gangguan yang menular pada sebagian atau seluruh sistem keuangan. Penyebabnya, interaksi dari faktor ukuran, kompleksitas usaha dan keterkaitan antarinstitusi dan/atau pasar keuangan, serta kecenderungan perilaku yang berlebihan dari pelaku atau institusi keuangan.
"Kasus ini cukup besar, bahkan gigantik, sehingga memiliki risiko sistemik," kata Agung dalam Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Rabu (8/1).
(Baca: Kementerian BUMN Desak BPK Blak-Blakan soal Temuan Audit Jiwasraya)
Ia menjelaskan, besaran risiko sistemik jangan dilihat dari nilai aset perusahaan. Ia pun menyinggung kasus kegagalan bank yang menimpa Bank Century pada 2009 lalu. Nilai buku bank tersebut tercatat Rp 678 miliar. “Begitu berkembang jadi Rp 6,7 triliun. Angkanya sangat besar sehingga kami tidak ingin sampai ke situ,” ujarnya.
Berdasarkan hasil investigasi, salah satu penyebab Jiwasraya mengalami gagal bayar klaim asuransi jatuh tempo adalah akibat rendahnya kualitas saham dan reksa dana dalam portofolio investasinya. "Analisis tidak didasarkan data valid dan objektif," ucap dia.
Menurut dia, Jiwasraya telah mengalami kerugian sebesar Rp 6,4 triliun pada reksa dana, serta Rp 4 triliun pada saham.
Ia menjelaskan, permasalahan Jiwasraya ini sebenarnya telah tercium sejak lama. Pada 2016, BPK melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terhadap Jiwasraya dan merekomendasikan perusahaan untuk mengganti saham mereka ke yang lebih baik. Rekomendasi disebut sempat dijalankan. "Namun ya mereka lakukan lagi kesalahan itu sampai sekarang," ujarnya.
(Baca: Saham Gorengan yang Membuat Resah Jokowi dan Investor Pasar Modal)
Pada 2016, BPK mendapati 16 temuan terkait dengan pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan dan biaya operasional Jiwasraya tahun 2014 - 2015. Temuan tersebut antara lain investasi pada saham TRIO, SUGI, dan LCGP tahun 2014 dan 2015 yang tidak didukung oleh kajian usulan penempatan saham yang memadai. Jiwasraya juga kurang optimal dalam mengawasi reksadana yang dimiliki dan terdapat penempatan saham secara tidak langsung di satu perusahaan yang berkinerja kurang baik.