Kejaksaan Periksa 5.000 Transaksi Investasi dalam Kasus Jiwasraya
Kejaksaan Agung hingga kini belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya. Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut, saat ini sedang memeriksa lima ribu transaksi investasi Jiwasraya sehingga pemetaan tersangka memakan waktu yang cukup lama.
"Penentuan tersangka lama karena transaksi yang terjadi hampir lima ribu transaksi bahkan lebih. Jadi kami tidak ingin gegabah," kata Burhanuddin dalam Konferensi Pers di Gedung Badan Pemeriksa Keuangan, Jakarta, Rabu (8/1).
(Baca: BPK Ungkap Jiwasraya Lakukan Rekayasa Keuangan untuk Tutupi Kerugian )
Burhanuddin menjelaskan, kejaksaan agung mengategorikan antara transaksi bodong dengan yang resmi. Transaksi tersebut berupa investasi baik melalui saham, reksa dana, hingga pengalihan pendapatan. Kemudian, transaksi tersebut diuji apakah ada kecurangan atau tidak.
Kejaksaan Agung saat ini menggeledah 13 objek yang berkaitan dengan Jiwasraya. Sejauh ini, penyidik kejaksaan agung pun sudah rampung memeriksa 98 saksi.
Dari keseluruhan saksi tersebut, Burhannudin mengungkapkan bahwa kasus tersebut sudah sedikit memberikan titik terang. "Sudah mengarah ke satu titik bahwa ada perbuatan melawan hukum," kata Burhanuddin.
Burhanuddin mengatakan kejaksaan sudah mulai mengarah kepada pelaku yang dicurigai. Namun ia baru bisa mengungkapkan hal tersebut dalam dua bulan ke depan.
(Baca: Saham Gorengan yang Membuat Resah Jokowi dan Investor Pasar Modal)
Hal tersebut, mempertimbangkan pemeriksaan yang saat ini masih berlanjut. Di sisi lain, BPK juga masih menghitung kerugian negara yang terdampak oleh kasus ini.
Adapun pengusutan kasus dugaan korupsi Jiwasraya naik ke tingkat penyidikan sejak 17 Desember 2019. Penyidikan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan Nomor 33/F2/Fd2/12 Tahun 2019.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menilai masalah keuangan yang dialami Asuransi Jiwasraya memiliki risiko sistemik. Maka itu, instansinya mengambil kebijakan untuk mengungkap masalah tersebut.
"Kasus ini cukup besar, bahkan gigantik, sehingga memiliki risiko sistemik," kata Agung dalam Konferensi Pers yang sama.
Ia menjelaskan, besaran risiko sistemik jangan dilihat dari nilai aset perusahaan. Ia pun menyinggung kasus kegagalan bank yang menimpa Bank Century pada 2009 lalu. Nilai buku bank tersebut tercatat Rp 678 miliar. “Begitu berkembang jadi Rp 6,7 triliun. Angkanya sangat besar sehingga kami tidak ingin sampai ke situ,” katanya.
(Baca: Kasus Jiwasraya, Kejaksaan Agung Panggil Benny Tjokro dan Heru Hidayat)