Soal Cost Recovery Panas Bumi, Investor Harap Tak Seperti di Migas
Pemerintah masih menggodok aturan pergantian biaya dalam kegiatan eksplorasi panas bumi. Aturan ini diharapkan bisa membuat investasi di sektor tersebut lebih manarik. Rencananya, aturan tersebut lebih kurang akan menyerupai kontrak migas cost recovery.
Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari mengatakan, pemerintah tengah membahas konsep yang tepat untuk kegiatan pengembangan eksplorasi di sektor panas bumi.
"Belum tahu konsep pastinya. Masih dalam tahap pembahasan dan kajian. Nanti saya update kalau sudah jelas mekanismenya," kata Ida kepada Katadata.co.id, Senin (10/2).
Ida menjelaskan bahwa skema kontrak seperti cost recovery menjadi salah satu opsi agar investor tertarik mengembangkan sektor panas bumi. Selain itu, investor juga menginginkan harga jual yang sesuai keekonomian.
(Baca: Harga Kurang Menarik, Tiga Wilayah Kerja Panas Bumi Tak Laku Dilelang)
Ida menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi energi panas bumi yang cukup besar untuk dikembangkan lebih lanjut, yakni mencapai 25.300 megawatt (MW). Dari potensi tersebut, yang sudah terserap menjadi sumber energi listrik hanya sekitar 2.130 MW. "Dari roadmap yang kami susun bisa dikembangkan hingga 10 ribu MW sampai 2030," ujar Ida.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Panasbumi Indonesia (API) Prijandaru Effendi juga belum mengetahui pasti mengenai konsep cost recovery yang rencananya akan ditawarkan pemerintah dalam pengembangan kegiatan eksplorasi panas bumi.
Dia berharap konsep cost recovery yang diterapkan tidak sama seperti migas, baru mendapat penggantian biaya apabila setelah blok dinyatakan produksi dan komersial. "Kalau kegagalan eksplorasi ditanggung pemerintah, dapat menurunkan harga jual panas bumi," ujar Priyandaru.
Pasalnya permasalahan utama dalam pengembangan panas bumi yakni adanya jarak antara kemampuan pembeli dengan harga jual keekonomian pengembang. "Jadi kalau pemerintah menawarkan untuk membiayai eksplorasi agar harga jual tenaga listriknya dapat ditekan, pengusaha akan dukung," kata dia.
(Baca: Pertamina Geothermal Akan Investasi Pengeboran Panas Bumi Rp 1,54 T)
Selain itu, dia juga mengusulkan dua hal yang harus dipenuhi guna menggenjot investasi di sektor panas bumi agar semakin menarik. Pertama, tarif harus sesuai dengan keekonomian proyek. Kedua, regulasi yang mendukung percepatan pengembangan panas bumi, terutama mengenai kepastian pembelian tenaga listrik oleh PLN yang sesuai dengan hasil tender.
"Kalau dari pengusaha apapun mekanismenya, yang penting unsur yang disebutkan di atas terpenuhi dan tidak menambah birokrasi. Kalau maju harus cepat," kata dia.
Pemerintah memang terus berupaya menarik investor guna berinvestasi di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT), salah satunya melalui skema kontrak cost recovery di sektor panas bumi. "Kami sedang membuat formula baru yang dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak (pemerintah dan swasta)," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif di jakarta, akhir Januari.
Dia menjelaskan pengembangan di sektor panas bumi memiliki risiko lebih tinggi dibanding pengembangan di sektor EBT lainnya. Maka itu, menurutnya, diperlukan insentif untuk mendorong investasi di sektor tersebut.
(Baca: ESDM Siapkan Formula Kontrak untuk Tarik Investasi di Sektor EBT)