Menggantung Nasib Hari Tua di Jiwasraya karena Embel-embel BUMN

Agatha Olivia Victoria
14 Februari 2020, 10:59
asuransi jiwasraya, kemelut asuransi jiwasraya, dana hari tua
Adi Maulana Ibrahim | KATADATA
Ilustrasi. Hingga Januari 2020, jumlah klaim polis yang jatuh tempo dan menjadi utang klaim Jiwasraya mencapai Rp 16 triliun.

Machril (66) tak menyangka keputusannya menggeser dana hari tua dari deposito ke produk investasi bakal disesali. Tawaran hasil investasi lebih tinggi dan embel-embel perusahaan milik negara yang disematkan pada PT Asuransi Jiwasraya membuatnya tertarik untuk menempatkan dananya di produk JS Saving Plan.

"Awal penjelasan pejabat bank, Jiwasraya adalah BUMN maka saya tertarik," kata Machril kepada Katadata.co.id, Kamis (13/2).

Produk JS Saving Plan dibeli Machril di bank BUMN. Ia yang kini sudah pensiun semula berharap hasil investasi tersebut dapat turut membiayai hari tuanya. "Dana digeser dari deposito malah jadi masalah, mungkin Tuhan ada rencana lain," ucap dia.

Ia pun berharap uangnya dapat segera kembali dan tak mau menunggu hingga proses hukum pada BUMN tersebut selesai. Menurut dia, tak ada hubungan antara nasabah dan permasalahan hukum yang dialami Jiwasraya.

(Baca: Terbelit Jiwasraya, Ada Sekuritas dan Asuransi yang Gagal Bayar?)

Serupa dengan Machril, Haresh (64) juga tertarik menempatkan dana di JS Saving Plan saat mendapat penawaran dari salah satu bank asing lantaran produk tersebut dikeluarkan Jiwasraya yang notabene adalah BUMN. Ia pun menempatkan dana yang akan digunakan untuk hari tua di produk tersebut. "BUMN identik dengan kata aman," ujar Haresh.

Saat mendengar ada permasalahan di BUMN tersebut, ia pun mengaku segera mengajukan klaim polis yang dimilikinya sejak 2017 itu. Namun, hingga kini klaimnya tak juga cair. "Awalnya mereka mengatakan sedang diupayakan pelunasan secepatnya," kata dia.

Ia kini mengaku gamang dengan nasib hari tuanya. Namun, tak banyak yang bisa dilakukan Haresh. "Mau mengajukan pailit juga tidak bisa," katanya.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo sebelumnya menyebut Jiwasraya akan mengutamakan pembayaran klaim pemegang polis produk tradisional seperti pensiunan dan asuransi pegawai yang jatuh tempo. Sedangkan polis produk bancassurance JS Saving Plan akan dicicil mulai Maret 2020.

Menurut dia, jumlah pemegang produk JS Saving Plan hanya sebagian kecil dari total 4,7 juta nasabah Jiwasraya. Hingga Januari 2020, jumlah klaim polis yang jatuh tempo dan menjadi utang klaim tersebut mencapai Rp 16 triliun.

(Baca: Bertemu OJK, Nasabah Jiwasraya Tuntut Klaim Dibayar Tuntas dan Tunai)

Kendati demikian, sumber dana untuk membayarkan cicilan tersebut masih harus melalui proses diskusi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Adapun salah satu sumber pembayaran cicilan dana nasabah akan berasal dari pembentukan induk usaha atau holding BUMN Asuransi. Saat ini, pembentukan holding sudah memasuki tahap finalisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

Selain dari skema holding,  sumber pendanaan yang tengah dikaji Kementerian BUMN untuk membayarkan klaim polis adalah recovery asset yang disita dari tersangka dugaan korupsi Jiwasraya. Kementerian BUMN sebelumnya telah melakukan pertemuan dengan Kejaksaan Agung terkait hal tersebut.

Kejaksaan Agung pada Kamis (6/2) resmi menyita 93 unit apartemen milik tersangka dugaan korupsi Jiwasraya Benny Tjokrosaputro di Apartemen South Hills, Kuningan. Menurut situs jual beli hunian rumah123.com harga unit apartemen tersebut berkisar Rp 3 miliar hingga Rp 7 miliar pada 2017. Dengan demikian, nilai hasil sitaan tersebut mencapai Rp 279 miliar hingga Rp 651 miliar.

Hingga September 2019, Jiwasraya memiliki total aset Rp 25,68 triliun, sedangkan total liabilitas perusahaan sebesar Rp 49,60 triliun. Akibatnya, ekuitas Jiwasraya negatif hingga Rp 23,92 triliun

Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...