9 Alasan Organisasi Buruh Tolak Omnibus Law Cipta Kerja

Image title
16 Februari 2020, 17:19
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor membakar ban bekas dalam aksi menolak RUU Omnibus Law di depan Balaikota Bogor, Jawa Barat, Jumat (7/2/2020). Dalam aksinya tersebut mahasiswa menolak RUU Omnibus Law
ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor membakar ban bekas dalam aksi menolak RUU Omnibus Law di depan Balaikota Bogor, Jawa Barat, Jumat (7/2/2020). Dalam aksinya tersebut mahasiswa menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja karena akan mempermudah investor asing menguasai ekonomi Indonesia dan kebijakannya tidak berpihak pada hak-hak buruh seperti masalah pesangon, jam kerja dan kepastian penempatan kerja.

Pemerintah telah menyerahkan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja ke DPR. Namun, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan 9 alasan untuk menolak draf tersebut.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, undang-undang yang mengatur bisnis harus pula mengandung unsur perlindungan. "Draf ini kebalikannya, bicara investasi, tapi malah mereduksi kesejahteraan buruh, bukan perlindungan," kata Iqbal di Jakarta pada Minggu (16/2).

Advertisement

Poin pertama yang disoroti adalah hilangnya ketentuan upah minimum di kabupaten/kota. Berdasarkan RUU Cipta Kerja (sebelumnya Cipta Lapangan Kerja) yang diterima Katadata.co.id, pasal 88C ayat (2) hanya mengatur Upah Minimum Provinsi (UMP).

Sedangkan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015, penetapan upah dilakukan di provinsi serta Kabupaten/Kota. "Di dalam omnibus law memang masih ada upah minimum melalui UMP. Tapi itu tidak dibutuhkan oleh buruh kecuali di DKI Jakarta, Yogyakarta," ujar Iqbal.

(Baca: Menimbang Untung Rugi Bonus Lima Kali Gaji di Omnibus Law)

Kedua yaitu masalah aturan pesangon yang kualitasnya dianggap menurun dan tanpa kepastian. Nilai pesangon bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) turun karena pemerintah menganggap aturan yang lama tidak implementatif. Sebelumnya aturan mengenai pesangon ada di UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ketiga, KSPI menganggap, Omnibus Law akan membuat penggunaan tenaga alih daya semakin bebas. Sebelumnya, dalam aturan UU tentang Ketenagakerjaan penggunaan outsourcing dibatasi dan hanya untuk tenaga kerja di luar usaha pokok (core business). 

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement