Sri Mulyani Cegah Krisis Corona Merembet ke Krisis Ekonomi dan Sosial
Pandemi virus corona telah membuat pelambatan ekonomi di berbagai negara. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menyebut perekonomian RI hanya tumbuh sekitar 2,5% hingga 3% pada tahun ini.
Namun, angka tersebut bisa tercapai jika krisis pandemi corona segera teratasi."Seandainya krisis pandemi segera teratasi maka kita punya harapan pertumbuhan ekonoi kita mungkin terjaga pada kisaran yang kita sebut skenario sedang yakni antara 2,5% sampai 3%," kata Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (24/3).
Perlambatan perekonomian akibat virus corona menurut ia tak hanya terjadi di Indonesia. Namun juga beberapa negara maju lainnya.
Bahkan, beberapa negara disebutkan ia telah mengklaim perekonomian negaranya akan mengalami resesi. "Tinggal apakah single digit atau double digit resesinya itu yang sedang mereka hitung," ujarnya.
Adapun Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, seluruh dunia sedang menghadapi krisis di bidang kemanusiaan. Krisis tersebut sedang diupayakan agar tak merembet kepada krisis ekonomi, sosial, dan keuangan.
"Jadi semua negara mencoba untuk contain, menjaga agar krisis di bidang kesehatan dan kemanusiaan ini tidak kemudian menimbulkan spill over ke krisis ekonomi," kata dia.
(Baca: Jokowi Harap BPK dan DPR Dukung Perppu Defisit APBN di Atas 3% PDB)
Sri Mulyani menegaskan perekonomian yang mengalami kontraksi tak selalu berarti mengalami krisis. Oleh karna itu, ia menilai reaksi dan respon seluruh negara dalam menahan krisis kemanusiaan tersebut sangat penting.
"Kalau negara-negara tidak bersatu malah gontok-gontokan ya akan makin buruk," kata dia.
Sebelumnya, Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya 2,5% atau bahkan 0% alias tidak tumbuh sama sekali jika pandemi tak bisa diatasi. Hal ini berdasarkan beberapa skenario yang disiapkan Kementerian Keuangan dalam menghitung dampak pandemi corona terhadap perekonomian.
Dia menyebutkan skenario pertumbuhan ekonomi 0-2,5% terjadi jika virus corona semakin berat, dalam arti Indonesia tidak mampu menangani pandemi lebih dari enam bulan dan terjadi karantina wilayah atau lockdown. Selain itu, jika perdagangan internasional tumbuh di bawah 30%, serta industri penerbangan mengalami shock hingga anjlok 75%.
Skenario tersebut juga mempertimbangkan konsumsi rumah tangga, terutama konsumsi bahan pokok dan kesehatan. "Juga kemungkinan terjadinya disrupsi tenaga kerja," ucap Sri Mulyani, Jumat (20/3)
(Baca: Bayang-bayang Resesi di Asia Tenggara dan Ekonomi Indonesia Tumbuh 0%)