Kasus Positif Corona Jakarta hingga September Diprediksi 151.047 Orang

Rizky Alika
30 Maret 2020, 15:30
Ilustrasi, petugas medis menangani pasien positif virus corona. Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL-UI) memperhitungkan, jumlah penambahan kasus positif virus corona di Provinsi DKI Jakarta akan mereda pada September 2020.
ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/ama.
Ilustrasi, petugas medis menangani pasien positif virus corona. Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL-UI) memperhitungkan, jumlah penambahan kasus positif virus corona di Provinsi DKI Jakarta akan mereda pada September 2020.

Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL-UI) memperhitungkan, jumlah penambahan kasus positif virus corona di Provinsi DKI Jakarta akan mereda pada September 2020. Artinya, setelah September 2020, tidak ada penambahan kasus baru.

Dalam simulasinya, SIL-UI menghitung hari pertama orang positif virus corona di Jakarta terjadi pada 1 Februari 2020. Ini didasarkan perkiraan adanya kasus yang tidak tercatat sesuai dengan kondisi di lapangan, lantaran ada keterbatasan pemerintah dan kemampuan masyarakat dalam melaporkan kasus.

"Jumlah orang positif virus corona akan stabil pada hari ke-213 terhitung sejak simulasi dimulai, yaitu awal Februari 2020. Dengan kata lain, jumlah positif virus corona akan stabil setelah tujuh bulan," ujar Wakil Direktur SIL-UI Tri Edhi Budhi Soesilo, dalam seminar daring, Jumat (27/3).

Berdasarkan simulasi yang dilakukan SIL-UI, jumlah orang positif virus corona di Jakarta pada hari ke-213 diperkirakan mencapai 151.047 orang. Hasil simulasi ini menggunakan asumsi tidak ada kebijakan dari pemerintah, baik pembatasan jarak sosial (social distancing), karantina wilayah sebagian (partial lockdown) dan karantina wilayah penuh (total lockdown).

Hasil simulasi SIL-UI juga menunjukkan jumlah orang positif virus corona bertambah secara perlahan, hingga memasuki fase peningkatan jumlah secara cepat (rapid growth). Puncaknya, jumlah orang positif virus corona akan konstan.

Menurut Edhi, jumlah kasus baru akan mereda karena sudah hampor semua orang rentan tertular virus corona. Secara medis, kondisi ini dapat diartikan pandemi telah mereda.

(Baca: Jakarta Lockdown, Penghasilan Warga Berpotensi Hilang hingga Rp 72 T)

Simulasi menunjukkan, jumlah orang yang terinfeksi virus corona akan menurun, bila pemerintah menerapkan social distance atau partial lockdown. Sedangkan, jumlah orang yang tertular tidak akan mengalami penambahan, bila diterapkan total lockdown.

"Ini artinya, penularan virus dari satu orang ke orang lainnya akan semakin mengecil bila kontak dibatasi atau ditiadakan sama sekali," kata Edhi.

Meski demikian, ia mengakui setiap kebijakan pemerintah akan memiliki dampak terhadap kerugian ekonomi secara sektoral, kerugian dana akibat pengobatan, dan kerugian akibat kehilangan penghasilan.

Ia pun mengatakan, pemerintah harus siap jika dihadapkan dengan dua pilihan, apakah memilih warga Jakarta terhindar dari kematian atau dari kerugian ekonomi, akibat adanya virus corona. Terkait dampaknya, setiap kebijakan yang diambil pemerintah menurut Edhi, akan menimbulkan dampak sosial bagi masyarakat.

Selain itu, kebijakan pemerintah dinilai harus tepat pada waktunya. Edhi mengibaratkan hal ini sebagai buah simalakama. Pasalnya, risiko tetap akan ada, entah apakah itu pemerintah mengambil kebijakan atau terlambat/tidak mengambil kebijakan.

Jika kebijakan lockdown yang diambil oleh pemerintah, maka jaminan ketersediaan kebutuhan sehari-hari menurut Edhi, harus diberikan oleh pemerintah. Sebab, risiko terburuk dari kebijakan lockdown adalah, peningkatan jumlah kematian selain karena virus corona. Contohnya, kematian karena kelaparan.

(Baca: Wilmar Gunakan Kapal Sawit untuk Angkut Masker dari Tiongkok)

Reporter: Rizky Alika

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...