Lockdown India Ganggu Pasokan, Izin Impor Gula Diusulkan Dibebaskan
Pemberlakuan karantina wilayah atau lockdown oleh India dinilai bisa berdampak terhadap pasokan pangan ke Indonesia. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan, pemerintah perlu mengantisipasi hal itu dengan membebaskan perizinan impor gula untuk mempermudah distribusi pasokan.
"Mungkin pemerintah bisa mempertimbangkan untuk membebaskan perizinan impor komoditas gula," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta dalam video conferece, Jumat (3/4).
Kebijakan pembebasan impor sementara itu sebagaimana yang diberlakukan komoditas bawang putih dan bawang bombay. Sebagaimana diketahui, pemerintah membebaskan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Surat Perizinan Impor (SPI).
(Baca: Stabilkan Harga, 303 Ribu Ton Gula Industri Dialihkan untuk Konsumsi)
Importir juga dibebaskan dari persyaratan laporan surveyor (LS) atas kedua komoditas tersebut. Menurutnya, kebijakan tersebut mulai berdampak pada kestabilan harga dua komoditas tersebut di pasar.
Dia menjelaskan, impor gula sebanyak 550 ribu ton belum juga terealisasi. Akibatnya, harga dikhawatirkan gula akan semakin naik seiring dengan meningkatnya konsumsi gula menjelang Ramadan dan Idul Fitri.
Selain dengan mempermudah izin impor, pemerintah juga diharapkan mulai mendiversifikasi negara asal impor gula. Untuk itu, pemerintah diharapkan telah memiliki pemetaan negara penghasil gula, selain India untuk dijadikan alternatif.
Sebagaimana diketahui, Indonesia mengimpor gula dari India sebagai bentuk pertukaran dengan ekspor kelapa sawit. Selain dari India, ada beberapa negara lain yang selama ini menjadi pemasok gula.
(Baca: Jaga Distribusi Pangan, Jokowi Peringatkan Pemda Tak Blokade Jalan)
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2018 Thailand merupakan pemasok impor gula terbesar Indonesia dengan volume mencapai 4,04 juta ton atau sebesar 80,29% dari total volume impor gula Indonesia. Impor gula dari Thailand didukung faktor produksi gula Thailand yang jauh lebih produktif dari Indonesia.
Berdasarkan data FAO, produksi tebu Thailand dapat mencapai 76 ton/hektar hingga menghasilkan 104 juta ton. Sementara Indonesia hanya mencapai 52 ton/hektar dengan total hasil 2,17 juta ton.
Posisi selanjutnya ditempati oleh Australia yang menyumbang 922,9 ribu ton gula atau 18,35% total volume impor. Australia juga lebih produktif dengan 75 ton/hektar.
Sementara itu, Brazil yang merupakan penghasil dan pengekspor tebu terbesar di dunia hanya menyumbang 1,19% total volume impor Indonesia, yaitu sebanyak 60 ribu ton.
"Ketika perdagangan dengan India terhambat, negara-negara ini dapat dipertimbangkan menjadi rekan perdagangan lain," ujar dia.
Ia menilai, pandemi virus corona (Covid-19) sudah menimbulkan dampak ekonomi dan sosial di Indonesia. Salah satu yang dapat dilakukan pemerintah untuk tetap menjaga konsumsi masyarakat dengan memastikan ketersediaan komoditas pangan.
"Sehingga masyarakat tetap bisa mendapatkan jenis komoditas gula dengan harga terjangkau," ujarnya.