Harga Minyak Naik 5% Jelang Pertemuan Pemangkasan Produksi OPEC +
Harga minyak mentah dunia naik pada perdagangan Rabu (8/4) atau Kamis pagi waktu Indonesia. Kenaikan didorong oleh ekpektasi pasar terhadap kesepakatan pemangkasan produksi oleh tiga produsen minyak terbesar dunia, yakni Arab Saudi, Rusia, dan Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data Bloomberg, pada pukul 07.30 WIB Rabu, harga minyak Brent untuk kontrak Juni 2020 naik 2,68% menjadi US$ 33,72 per barel. Sedangkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Mei 2020 naik 4,26% menjadi US$ 26,16 per barel.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, atau lebih dikenal sebagai OPEC +, hari ini, Kamis (9/4), akan menggelar pertemuan guna membahas rencana pemangkasan produksi. Adapun pertemuan tersebut akan digelar melalui konferensi video.
AS sebenarnya hanya bertindak sebagai mediator dalam proses negosiasi tersebut. Namun kedua negara tersebut, terutama Rusia, menegaskan bahwa kesepakatan pemangkasan produksi tidak akan tercapai kecuali AS juga turut memangkas produksinya.
(Baca: Harga Minyak Anjlok, PHK di Industri Penunjang Migas Sulit Dihindari)
Meski demikian, pertemuan tersebut diharapkan dapat lebih berhasil dibanding pertemuan pada Maret lalu. Ketika itu Arab Saudi dan Rusia gagal mencapai kesepakatan untuk memperpanjang masa pemangkasan produksi sehingga memicu perang harga.
Harapan untuk pertemuan itu meningkat setelah laporan media menyarankan Rusia siap untuk memangkas produksinya sebesar 1,6 juta barel per hari. Di sisi lain, Menteri Energi Aljazair Mohamed Arkab menyatakan harapan pertemuan tersebut dapat mendongkrak harga minyak.
Biarpun begitu, dengan harga minyak yang telah anjlok hingga lebih dari separuh harganya sejak awal tahun ini, disertai dengan permintaan yang diprediksi turun hingga 30%, para analis meragukan efektivitas pemangkasan produksi oleh OPEC + untuk menopang harga.
Analis di Capital Economics menilai pemangkasan produksi besar-besaran tanpa syarat itu tidak lah mungkin. "Kalaupun itu berhasil, kami pikir pemangkasan produksi yang cukup besar tidak akan mendongkrak harga mengingat permintaan yang hampir mati," kata mereka seperti dilansir dari Reuters.
(Baca: Terpukul Harga Minyak, Industri Penunjang Migas Minta Insentif Fiskal)