iFlix PHK Karyawan Akibat Pandemi Corona dan Beban Utang
Perusahaan layanan penyedia layanan video on-demand (VoD) iFlix membenarkan telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK karyawan. Selain karena terdampak pandemi corona, perusahaan harus segera membayar utang yang jatuh tempo.
CEO iFlix Marc Barnett mengatakan industri VoD juga terpukul pandemi corona. Walaupun, transaksi streaming film melonjak karena masyarakat dunia di rumah saja untuk menghindari penularan virus corona.
"Keputusan kami mengurangi jumlah karyawan perusahaan diambil setelah pertimbangan yang cermat dan dalam hubungannya dengan langkah-langkah memangkas biaya lainnya,” ujar Barnett dalam pernyataan resminya kepada Katadata.co.id, Jumat (17/4).
Langkah tersebut diambil supaya perusahaan bisa bertahan di tengah ketidakpastian dan keterbatasan akibat pandemi Covid-19. (Baca: Pengangguran di AS Melonjak, Netflix hingga Apple TV Gratiskan Layanan)
Selain itu, iFlix tetap menargetkan bisa mencapai titik impas (break even point/BEP) pada 2021. “Langkah-langkah ini merupakan bagian dari memastikan kami tetap berada di jalur itu dan dapat menavigasi tantangan saat ini,” katanya.
Kendati begitu, Barnett menegaskan bahwa perusahaan melakukan berbagai upaya untuk mendukung staf yang terdampak pandemi, baik secara profesional maupun pribadi.
Hanya, Barnett tak menjelaskan benar tidaknya perusahaan harus membayar utang yang jatuh tempo dalam waktu dekat. Variety melaporkan, iFlix mengaku sulit melakukan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) di Australian Securities Exchange saat pandemi.
Di satu sisi, perusahaan memasuki masa tenggat pembayaran utang. (Baca: Transaksi Naik, Hooq, iFlix, Viu dan GoPlay Beri Diskon Work from Home)
Perusahaan meminta para pemegang saham untuk menyediakan modal tambahan. “iFlix menyampaikan bahwa Catcha Group akan memasang modal minimal US$ 2 juta,” demikian dikutip dari Variety, beberapa waktu lalu (5/4).
Dealstreet Asia melaporkan, iFlix kemungkinan akan dipaksa menebus lebih dari US$ 47,5 juta (Rp 747 miliar) utang konversi bila tidak segera melakukan IPO pada 31 Juli 2020. Data ini dikutip dari dokumen yang diajukan ke Komisi Sekuritas dan Investasi Australia pada September 2019.
Sejak berdiri pada 2014, iFlix telah mengumpulkan dana US$ 300 juta (Rp 4,7 triliun). Ada beberapa pihak yang menyokong, seperti Fidelity International, Yoshimoto Kogyo, JTBC, Hearst Communications, EDBI, Liberty Global, Zain, Sky, Media Evolusi Modal dan MNC Group.
(Baca: Trafik Melonjak di Tengah Pandemi Corona, Netflix Sempat Down)
Sebagai informasi, iFlix mengatakan bahwa pengguna aktif bulanannya mencapai 21 juta di seluruh dunia dan naik 42% sejak awal tahun ini. Perusahaan mengklaim telah mencapai target pendapatannya untuk tiga bulan pertama tahun ini.
Akhir Maret lalu, startup penyedia layanan VoD Hooq juga mengajukan likuidasi di Singapura. Alasannya, perusahaan belum mampu tumbuh secara memadai untuk memberikan pengembalian modal yang berkelanjutan atau menutupi biaya operasional yang meningkat.
Meski begitu, perusahaan belum menutup layanannya. “Belum tutup layanan tapi pemegang saham Hooq filing likuidasi di Singapura,” kata Country Head Hooq Indonesia Guntur Siboro kepada Katadata.co.id, akhir Maret lalu (30/3).
(Baca: Hooq Berencana Likuidasi karena Belum Profit, Layanannya Tetap Jalan)