Lima Negara Maju yang Terancam Resesi Ekonomi Akibat Pandemi Corona

Image title
4 Juni 2020, 18:39
Ilustrasi resesi. AS, Tiongkok, Inggris, Jerman, dan Australia terancam mengalami resesi ekonomi tahun ini.
123RF.com/alphaspirit
Ilustrasi resesi. AS, Tiongkok, Inggris, Jerman, dan Australia terancam mengalami resesi ekonomi tahun ini.

Pandemi virus corona membuat beberapa negara maju terancam mengalami resesi ekonomi. The Economist Intelligence Unit dalam publikasi terbarunya pada 22 Mei 2020 memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global terkontraksi sebesar 4,2%. Angka ini lebih rendah dari proyeksi IMF sebesar 3%.

The Economist Intelligence Unit juga memproyeksikan 17 negara anggota G-20 bakal mengalami resesi tahun ini, meski ekonomi Indonesia diprediksi masih bisa tumbuh 1% tahun ini. Sementara perekonomian Amerika Serikat (AS) yang kini menjadi negara ekonomi terbesar dunia diprediksi mengalami kontraksi minus 4%.   

Pertumbuhan PDB AS pada kuartal I 2020 terkontraksi 4,8%. Lebih rendah dari prediksi Dow Jones yang terkontraksi 3,4%. Penurunan negatif ini menjadi yang terendah sejak kuartal I 2014, yakni 1,1%. Data pemerintah AS menyatakan, penurunan ini dipengaruhi penurunan konsumsi sebesar 7,6%. Padahal konsumsi masyarakat berkontribusi 67% terhadap PDB AS.

Penurunan daya beli masyarakat dikarenakan kebijakan lockdown atau karantina wilayah yang dilakukan sejak Maret lalu dan membuat gerai non-esensial tutup. Daya beli barang tahan lama pun jatuh 16,1% dan konsumsi jasa anjlok 10,2%.

(Baca: Anies: Pembukaan Sektor Pendidikan Masih Tunggu Evaluasi Fase Transisi)

Resesi terjadi jika penurunan PDB selama dua kuartal berturut-turut. Ini sangat terlihat di AS. Proyeksi Bank Federal Atlanta, seperti dikutip CNBC, perekonomian AS pada kuartal II bakal anjlok 52,8% seiring kontraksi sektor manufaktur yang akan membebani investasi dan konsumsi. Sektor manufaktur AS hanya menunjukkan ekspansi sebesar 43,1% pada Mei.

Bank Federal Atlanta memprediksi sektor konsumsi bakal anjlok 58,1% pada kuartal II. Sementara investasi domestik yang menyumbang 17% dari PDB diproyeksikan turun 62,6%. Ed Yardeni dari Yardeni Research menilai kondisi ini akan membuat perkonomian AS akan melandai sampai akhir tahun atau membentuk kurva mirip logo Nike.

“Kami sepakat bahwa itu bisa menjadi swoosh (seperti logi Nike) dengan tingkat pertumbuhan satu digit yang rendah. Kami tidak berharap PDB riil akan pulih kembali ke rekor tertinggi kuartal IV 2019 hingga akhir 2022,” kata Yardeni, melansir CNBC.

Curamnya penurunan konsumsi yang berpeluang membenamkan PDB AS, kata Yardeni, dipengaruhi tingginya angka pengangguran. Pada April, pengangguran di negara Paman Sam telah mencapai 17,2 juta dari sektor jasa.

Dalam mengantisipasi resesi ini, pemerintah AS telah memberikan stimulus milyaran dolar untuk meningkatkan konsumsi masyarakatnya. Namun, Yardeni menilai stimulus itu tak akan serta merta mendongkrang tingkat konsumsi lantaran masyarakat akan lebih berhati-hati dalam membeli barang dan jasa.

(Baca: Resesi Ekonomi, Ancaman di Tengah Pandemi)

Negara ekonomi terbesar nomor dua di dunia, Tiongkok, bisa dikatakan lebih aman. JP Morgan menilai pertumbuhan ekonomi negara ini akan tumbuh 15% pada kuartal II setelah terkontraksi 6,8% pada kuartal I. Lentingan tersebut diprediksi terjadi lantaran keberhasilan pemerintahan Xi Jin Ping menekan pandemi.  Namun, The Economist Intelligence Unit masih memproyeksikan pertumbuhan ekonomi negara pimpinan Xi Jin Ping hanya 1% sampai akhir tahun.

Selanjutnya, adalah Jerman sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Uni Eropa. Melansir kantor berita DW, Pemerintah Jerman memprediksi kontraksi ekonomi sebesar 6,3% sampai akhir tahun. Angka ini terendah sejak penyatuan Jerman Timur dan Barat setelah Perang Dingin berakhir. Proyeksi ini berbeda tipis dengan The Economist Intelligence Unit, yakni sebesar 6,1%.

Hal ini karena ekonomi Jerman sangat tergantung kepada ekspor. Sementara, covid-19 membuat kondisi negara tujuan ekspor Jerman tak pasti. Begitu juga dipengaruhi ketidakpastian ekonomi global akibat Brexit dan perang dagang AS-Tiongkok.

Data badan pusat statistik Jerman pada kuartal I 2020 menyatakan, ekspor menurun sebesar 3,1% dan impor turun 1,6%. Ditambah dengan penurunan konsumsi sebesar 3,2% dan investasi pertanian sebesar 6,9%, sukses membuat PDB negara pimpinan Angela Merkel ini terkontraksi 2,2%.

(Baca: Terburuk Sejak Depresi Besar, IMF Ramal Ekonomi Tahun Ini  Minus 3%)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...