Facebook Buka Suara soal Unilever hingga Coca-Cola Boikot Iklan
Beberapa perusahaan besar seperti Verizon, Unilever, Coca-Cola hingga Starbucks memboikot iklan di platform Facebook. Pengembang media sosial asal Amerika Serikat (AS) ini pun buka suara.
Boikot perusahaan-perusahaan besar itu menyusul kampanye #StopHateForProfit. Kampanye ini muncul lantaran iklan Verizon ada di sebelah video kelompok konspirasi QAnon yang menggambarkan kebencian.
Anti-Defamation League pun mengirimkan surat terbuka kepada perusahaan-perusahaan yang beriklan di Facebook pada pekan lalu (25/6). Kampanye #StopHateForProfit juga muncul karena perusahaan milik Mark Zuckerberg ini tak bertindak cepat atas unggahan Presiden AS Donald Trump yang dianggap glorifikasi kekerasan pada akhir Mei lalu.
(Baca: Selain Unilever, 4 Perusahaan Besar Ini Juga Boikot Iklan di Facebook)
Kendati begitu, Vice President for Public Affairs Facebook Nick Clegg tidak berkomentar banyak perihal aksi boikot tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa perusahaan tidak mendapatkan manfaat dari proliferasi pidato kebencian di platform-nya.
"Kami sama sekali tidak memiliki insentif untuk menoleransi ucapan kebencian," ujar Clegg dikutip dari CNN International, Senin malam (29/6). "Kami tidak menyukainya (konten kebencian). Pengguna juga. Pengiklan tentu saja tidak menyukainya. Kami mendapat manfaat dari koneksi manusia yang positif, bukan kebencian.”
Clegg mengaku, perusahaan melakukan berbagai cara untuk memerangi konten kebencian. Facebook bahkan telah menghapus sekitar tiga juta item konten pidato kebencian di platform di seluruh dunia setiap bulan. Sebanyak 90% di antaranya diblokir (take down), sebelum dilaporkan.
(Baca: Diboikot Brand Besar, Facebook Akhirnya Larang Iklan Ujaran Kebencian)
Ia pun berjanji bahwa perusahaan akan menggandakan upaya untuk mengatasi ujaran kebencian di platform. Pada aturan terbarunya, Facebook melarang konten iklan yang berisi klaim atas orang dari ras, etnis, kebangsaan, agama, kasta, orientasi seksual, gender, atau status imigrasi tertentu yang mengarah kepada ancaman fisik, kesehatan, atau kelangsungan hidup.
Dengan begitu, iklan yang menghina imigran dan pengungsi dilarang tampil di platform. “Facebook tetap memberikan suara kepada orang-orang yang sebelumnya tidak memiliki banyak kekuatan untuk berbagi pengalaman mereka,” kata pendiri Facebook Mark Zuckerberg dikutip dari The Verge, Minggu (28/6).
Kebijakan itu juga dilakukan untuk mengantisipasi pemilu presiden di AS pada November nanti. Facebook berencana memantau unggahan-unggahan dalam kurun waktu 72 jam sebelum pemilu secara ketat. Ini demi menghindari konten yang mengarah kepada intimidasi atau informasi menyesatkan.
Dalam sepekan terakhir, Facebook mengadakan panggilan konferensi dengan para pengiklan, bahwa mereka tengah berupaya mengatasi defisit kepercayaan ini. Zuckerberg pun berjanji melarang iklan dengan narasi kebencian dan melabeli unggahan kontroversial dari politisi.
"Tidak ada pengecualian untuk politisi dalam kebijakan apa pun yang saya umumkan di sini, hari ini," kata Zuckerberg. (Baca: Protes Konten Kebencian, BMW hingga Pepsi Tarik Iklan dari Facebook)
Akibat boikot tersebut, kekayaan Zuckerberg pun melorot Rp 102 triliun karena saham Facebook anjlok 8,3% pada Jumat lalu. Berdasarkan data Bloomberg Billionaires Index, penurunan harga saham membuat nilai pasar perusahaan berkurang US$ 56 miliar.
Posisi CEO Facebook di deretan orang terkaya pun turun ke peringkat keempat dari sebelumnya di ketiga. (Baca: Diboikot Unilever hingga Coca-cola, Harta Bos Facebook Anjlok Rp 102 T)
Sebagai informasi, sejumlah perusahaan yang ikut serta dalam kampanye dan aksi boikot ini yaitu Coca-Cola, Pepsi, BMW, HP, PayPal, Doritos, hingga Adobe. Lalu Patagonia, Arc’tery, The North Face, REI, Eddie Bauer, Magnolia Pictures, Ben & Jerrys, Upwork, dan Dashlane.