Mendikbud Ungkap Kriteria SDM yang Dibutuhkan Dunia Kerja Masa Depan
Pemerintah tengah mempersiapkan peningkatan pendidikan dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) di Indonesia agar mampu menghadapi tantangan dan perubahan dunia kerja yang begitu cepat. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim memaparkan enam profil lulusan sarjana ataupun pelajar ideal untuk menghadapi tantangan tersebut.
Nadiem mengatakan, pemerintah akan mendorong lulusan berkualitas dengan mengacu pada peta jalan pendidikan yang telah dibuat melalui profil Pelajar Pancasila. Pertama yakni membentuk lulusan yang berintegritas, spiritualitas, moral serta akhlak yang baik.
Kedua adalah terkait prinsip kebhinekaan atau saling toleransi terhadap diversitas (perbedaan).
(Baca: Nadiem Sebut Kompetensi Sarjana di Dunia Kerja Masih Minim)
"Ketiga yaitu kemandirian, apakah dia orang yang bisa belajar seumur hidup, atau harus didorong terus untuk mengambil inisiatif secara mandiri, " kata dia dalam diskusi daring bertajuk 'Tantangan Mewujudkan Kampus Merdeka' di Jakarta, Jumat (3/7).
Tak hanya itu, untuk menghadapi era digitalisasi ekonomi engan perubahan yang cepat, lulusan sarjana harus memiliki kemampuan bekerja secara tim dan gotong royong. Kemampuan komunikasi publik pun harus dimiliki setiap pelajar dan lulusan sarjana yang akan masuk dalam dunia kerja.
Berikutnya adalah sifat kritis atau mampu menerjemahkan maksud lawan bicaranya dengan tepat. Hal ini masih sulit didapatkan oleh para lulusan baru.
"Itu yang terpenting apakah dia bisa memecahkan masalah seberapa kuantitaftif pemikiran dia, seberapa terstruktur sehingga dia bisa melihat masalah secara kritis," ujar pendiri startup Gojek ini.
Nadiem menjelaskan, kemampuan terakhir yang harus dimiliki adalah kreativitas yang baik. Misalnya kemampuan beradaptasi, bereaksi terhadap masalah atau berinovasi untuk membuka jalan baru dalam bidang pekerjaannya serta kemampuan improvisasi dalam memecahkan masalah yang tengah dihadapi.
Dengan kriteria ideal ini, diharapkan para sarjana maupun pelajar Indonesia mampu beradaptasi dengan tantangan dunia kerja ke depan. Terlebih di era digitalisasi, dimana kian mempercepat sebuah sistem kerja.
(Baca: Kemendikbud Evaluasi Kurikulum Pendidikan Menyesuaikan Kondisi Pandemi)
Sehingga menurutnya, yang terpenting bagaimana para lulusan ini tak hanya mengerti sebuah bidang kerja, tetapi juga memiliki kemampuan dan kemauan untuk terus berlajar sesuai perubahan.
"Jadi kuncinya adaptif, kolaboratif, terbuka. Kemandirian bukan hanya dari sisi kompetensi tapi juga kemandirian berpikir itu tools (modal) ke depan," ujar Nadiem.
Daya saing tenaga kerja Indonesia tergolong rendah. Laporan World Talent Ranking 2018 menunjukkan, skor Indonesia 51,3 dan menempati peringkat 45 dari 63 negara yang diteliti.
Meski begitu, peringkat Indonesia meningkat dibandingkan dua tahun sebelumnya. Pada 2016 dan 2017, Indonesia berada di peringkat 47.
Laporan ini menilai daya saing tenaga kerja dari beberapa faktor. Pertama, investasi dan pengembangan tenaga kerja (pengeluaran untuk pendidikan, program magang, dan pelatihan keterampilan). Kedua, penarik tenaga kerja (biaya hidup, motivasi bekerja, dan kualitas hidup).
Ketiga, kesiapan tenaga kerja (pertumbuhan kuantitas dan kualitas tenaga kerja serta link and match antara pendidikan dan industri). Detail mengenai daya saing tenaga kerja ini bisa dilihat dalam tabel databoks berikut: