Ada IA-CEPA, Mendag Target Defisit Dagang RI-Australia Turun di 2021
Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA - CEPA) telah berlaku sejak 5 Juli lalu. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto berharap defisit perdagangan Indonesia dan Australia dapat turun pada 2021 seiring dengan adanya kerja sama tersebut.
Menurutnya, defisit tersebut tidak bisa serta merta menurun tahun ini lantaran masih ada dampak Covid-19. "Saya lihat ada pengurangan defisit perdagangan yang signifikan pada 2021. Jadi tidak langsung turun tahun ini," kata Agus di kantornya, Jakarta, Jumat (10/7).
Sebagaimana diketahui, neraca perdagangan Indonesia - Australia mengalami defisit US$ 3,2 miliar pada 2019. Agus pun mengatakan, pemerintah tengah berupaya menurunkan defisit tersebut dapat hingga separuh dari realisasi pada tahun lalu, salah satunya melalui perjanjian dagang.
(Baca: Dampak IA-CEPA, Ratusan Ribu Sapi Australia Bisa Bebas Bea Masuk ke RI)
Alhasil, dia pun memperkirakan, ekspor Indonesia ke Negeri Kangguru akan meningkat pada 2021 dan 2022. Beberapa pelaku usaha bahkan menurutnya menyatakan siap meningkatkan kinerja perdagangan.
"Ini kesempatan kita untuk kepentingan masyarakat luas sehingga kita dapat diuntungkan," ujar dia.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan Roeslani mengatakan para pengusaha selalu membuka peluang untuk memperluas pasar ekspor. "Perdagangan kedua negara masih bisa dikembangkan karena ini negara tetangga," katanya.
Perjanjian IA CEPA memberikan keuntungan kepada eksportir lantaran tarif bea masuk sebanyak 6.474 pos menjadi nol persen. Dengan demikian, Indonesia dapat meningkatkan daya saing produk ekspor.
"Jadi barang-barang kita bisa diserap lebih banyak karena daya saing juga meningkat," kata Rosan.
(Baca: Ada Kerja Sama CEPA, Industri Otomotif Ajukan Izin Ekspor ke Australia)
Sebagai informasi, produk ekspor Indonesia yang berpotensi meningkat ekspornya antara lain adalah otomotif, kayu dan turunannya termasuk kayu dan furnitur, perikanan, tekstil dan produk tekstil, sepatu, alat komunikasi dan peralatan elektronik.
Total perdagangan barang Indonesia-Australia pada 2019 mencapai US$ 7,8 miliar. Ekspor Indonesia tercatat senilai US$ 2,3 miliar dan impor sebesar US$ 5,5 miliar, sehingga Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 3,2 miliar.
Namun demikian, dari sepuluh besar komoditas impor Indonesia dari Australia mayoritas merupakan bahan baku dan penolong industri, seperti gandum, batubara, bijih besi, alumunium, seng, gula mentah, serta susu dan krim.
Sementra itu, perdagangan jasa Indonesia-Australia pada 2018-2019 tercatat surplus US$ 1,8 miliar. IA-CEPA diperkirakan dapat meningkatkan surplus perdagangan jasa pada sektor transportasi, komunikasi, perdagangan jasa keuangan dan asuransi.