Erick Thohir Enggan Komentar Masalah Asabri yang Mirip Jiwasraya
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memilih tak mengomentari masalah keuangan yang membelit PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Erick menyatakan belum mempelajari masalah perseroan pelat merah yang menangani dana pensiun untuk TNI dan Polri tersebut.
Erick juga menyatakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga belum mengeluarkan hasil audit laporan keuangannya. "Saya belum siap bicara. Sama saja kalau ditanya terkait PT PN (Perkebunan Nusantara), saya belum review," kata Erick saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jumat (10/1).
(Baca: Cegah Kasus Jiwasraya, Erick Thohir Akan Bentuk Holding Dana Pensiun)
Seperti halnya dengan PT Asuransi Jiwasraya, Asabri memiliki masalah anjloknya portofolio investasi saham. Misalnya saja, Asabri memiliki 5,04% saham di PT Trada Alam Mineral (TRAM), sejak awal saham tersebut dibeli yakni pada 18 Desember 2017 hingga 8 Januari 2020 harga sahamnya mencatatkan penurunan hingga 65,75%.
Selain itu, Asabri juga memiliki saham di PT Alfa Energi Investama (FIRE), sejak awal saham tersebut dibeli pada 27 Juli 2018 hingga 8 Januari 2020 harganya telah anjlok 94,97%. Lalu, harga saham PT Hartadinata Abadi (HRTA) sejak 30 Oktober 2017 hingga 8 Januari juga merosot hingga 27,4%.
(Baca: Sri Mulyani Penasaran BPK Sebut Kasus Jiwasraya Berdampak Sistemik)
Sebelumnya, Erick menyebutkan akan membentuk induk usaha (holding) yang bergerak di bidang asuransi dan dana pensiunan. Tujuannya untuk menghindari kasus tekanan likuiditas seperti yang terjadi pada Jiwasraya. Nantinya, Jiwasraya dan Asabri akan masuk dalam induk usaha tersebut
Erick tidak ingin pensiunan dari perusahaan-perusahaan pelat merah tidak mendapatkan dana pensiun karena adanya oknum yang merugikan perusahaan. Pembentukan holding dana pensiun itu sejalan dengan rencana pembentukan holding perusahaan asuransi.
"TNI dan Polri kasihan yang sudah kerja puluhan tahun tidak ada kepastian. Makanya kami konsolidasikan, dicari figur yang bagus," kata Erick, di Jakarta, Minggu (5/1).
Kesalahan dalam berinvestasi membuat Jiwasraya mengalami tekanan likuiditas. Per September 2019, aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp 25,68 triliun, sedangkan kewajiban nyaris dua kali lipatnya yaitu Rp 49,60 triliun. Dengan demikian, terjadi ekuitas (modal) negatif Rp 23,92 triliun. Dengan perkembangan ini, maka diperhitungkan kebutuhan tambahan modal Rp 32,89 triliun.
(Baca: Kronologi Kemelut Jiwasraya dari Masa SBY hingga Jokowi)