Pemerintah Targetkan Hanya 10 dari 118 BUMN yang Rugi Tahun Ini
Pemerintah menargetkan hanya 10 dari 118 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang boleh rugi tahun ini. Untuk itu, Kementerian BUMN pun menjalankan berbagai strategi.
"Tahun lalu yang rugi BUMN ada 25, tahun ini akan kami push di bawah 10," ujar Deputi Bidang Usaha Konstruksi, Sarana, dan Prasarana Perhubungan Kementerian BUMN Ahmad Bambang saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (29/11).
Bambang mengklaim, menekan kerugian BUMN yang memiliki kapasitas kecil lebih mudah dilakukan. Ia mencontohkan, PT Produksi Film Negara masih bisa ditekan kerugiannya dengan mengambil proyek film promosi BUMN lain.
(Baca juga: Kementerian BUMN Minta Revisi PP LRT Jabodebek untuk Tarik Investor)
Setelah berhasil, maka PT PFN pun diminta untuk membuat film nasional, yakni dengan tema destinasi wisata Indonesia, salah satunya adalah Candi Borobudur dengan program Balai Ekonomi Desa (Balkondes) nya. Untuk itu, PT PFN juga akan bekerja sama dengan BUMN lainnya yaitu PT Taman Wisata Candi Borobudur.
Selain itu, Kementerian BUMN juga akan menggabungkan atau menyusun program pembinaan dari BUMN besar ke yang kecil. Bambang mencontohkan, PT Pengusahaan Daerah Industri Pulau Batam (Persero) lebih baik jika digabungkan dengan PT Pelindo I (Persero). Kerja sama antara keduanya, bisa dimulai dengan mengembangkan kawasan pariwisata di Tanjung Pinggir Batam.
(Baca juga: Kembangkan 5 Pelabuhan, Pelindo I Klaim Biaya Logistik Akan Turun 30%)
"Intinya simplifikasi, walau bukan harus holding. Seperti dulu, banyak BUMN impor cengkeh, sekarang kan jadi PT Perusahaan Perdagangan Indonesia," ujarnya.
Kemudian, terdapat pula PT Kertas Kraft Aceh yang masih mengalami kerugian. Perusahaan ini akan disehatkan dengan pemberian proyek produksi kertas khusus yakni bungkus semen (sak semen). Hasilnya, bisa disalurkan ke BUMN semen yang ada, bahkan ke perusahaan semen swasta.
Hanya, Bambang mengakui bahwa ada juga BUMN yang tak bisa dihidupkan lagi, dan hanya menunggu direstrukturisasi seperti Merpati. Meski tak bisa lagi beroperasi sebagai maskapai penerbangan, Merpati masih menjalankan pusat pelatihan dan perawatan pesawat.
Sedangkan kerugian PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, menurut Bambang, terjadi akibat kesalahan strategi investasi di masa lalu. "Garuda itu menjadi kasus pembelian pesawat sebelum-sebelumnya. Itu kan menurut saya kemahalan," ujar Bambang.