Kementerian BUMN Minta Revisi PP LRT Jabodebek untuk Tarik Investor
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan kembali mengusulkan perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit (LRT) Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi (Jabodebek).
Deputi Bidang Usaha Konstruksi, Sarana, dan Prasarana Perhubungan Kementerian BUMN Ahmad Bambang menjelaskan, saat ini aturan terkait LRT tersebut berisi tentang jaminan pemerintah terhadap pinjaman yang akan dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia / KAI (Persero). Namun, akibat membengkaknya biaya investasi yang harus dikucurkan, maka perlu ada investor lain yang bergabung.
"Kami meminta perubahan PP sedikit. Jadi yang dijamin adalah proyeknya (bukan hanya pinjaman PT KAI)," ujar Bambang saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (29/11).
Ia menambahkan, KAI tetap akan memegang saham mayoritas dalam proyek tersebut. Meskipun, porsi KAI tidak akan sebesar saat ini yakni di atas 50%.
(Baca juga: Meski Menteri BUMN Keberatan, KAI Dipastikan Tetap Jadi Investor LRT)
Menurutnya, jika hanya menjadi investor sendiri, KAI harus menyedot modalnya cukup besar. Padahal, KAI memiliki kewajiban untuk reaktivasi dan revitalisasi jalur yang sudah ada maupun jalur baru. Jika semua kebutuhan investasi tersebut ditutup dari pinjaman eksternal maka rasio utang atau Debt to Equity Ratio (DER) KAI akan semakin tinggi.
Bambang mengatakan, skema yang ada saat ini adalah KAI membangun perusahaan patungan atau Joint Venture (JV) dengan PT Adhi Karya (Persero) Tbk yang ditargetkan terbentuk Desember 2017. Namun, perusahaan patungan itu bersifat terbuka, yakni memungkinkan pihak lain bergabung sebagai investor untuk bersama-sama membiayai proyek tersebut.
Menurutnya, BUMN yang lain pun bisa bergabung lantaran terdapat lahan-lahan milik BUMN yang digunakan. "Misalnya lewat lahan milik PT RNI. Nah, tidak perlu sewa jangka panjang, sudah jadikan saham saja," ujar Bambang.
Perusahaan patungan ini pun terbuka pula untuk pihak swasta. Namun, memang biasanya pihak swasta akan lebih rinci dalam melakukan kajian terkait dengan keekonomian proyek tersebut.
(Baca juga: Program OK-OTrip Rp 5.000 Anies-Sandi Tak Termasuk KRL, LRT, MRT)
Sementara, Direktur Utama Adhi Karya Budi Harto mengatakan pembentukan perusahaan patungan ini lebih memungkinkan ketimbang memberikan tambahan dana Penyertaan Modal Negara (PMN). "Jadi lebih ringan nantinya," kata Budi di bandara Soekarno Hatta, Tangerang.
Budi menjelaskan nantinya perusahaan patungan ini akan mendapat setoran dana Rp 9 triliun. Dana terdiri dari setoran KAI sebesar Rp 4 triliun, Adhi Karya menyetor Rp 1,5 triliun, serta PT Sarana Multi Infrastruktur akan membiayai perusahaan ini sebesar Rp 3,6 triliun. "Jadi joint venture itu yang pinjam, nanti kan juga dapat penjaminan pemerintah," katanya.