Mengenal Tari Tradisional Cokek, Akulturasi Budaya Betawi dan Tionghoa

Tifani
Oleh Tifani
1 September 2022, 09:55
tari tradisional
ANTARA FOTO/ Fakhri Hermanyah/pras.
Ilustrasi, sejumlah remaja berlatih tari Betawi di Laboratorium Tari dan Karawitan Condet, Jakarta.

Tari tradisional Cokek merupakan kesenian yang berasal dari Provinsi DKI Jakarta. Tari Cokek merupakan sa;salah satu ikon masyarakat suku Betawi. Tari tadisional ini, biasanya dibawakan bersama iring-iringan gambang kromong.

Tari Cokek merupakan sebuah kesenian yang lahir di lingkungan masyarakat Betawi-Tionghoa di pinggiran ibukota Jakarta, yakni di Teluk Naga, Tangerang. Bisa dikatakan, tari tradisional ini merupakan hasil akulturasi budaya antara Betawi dan Tionghoa.

Dilansir dari Clarissa Amelinda dalam publikasinya yang berjudul Eksistensi Tari Cokek Sebagai Hasil Akulturasi Budaya Tionghoa Dengan Budaya Betawi, cokek merupakan salah satu hiburan unggulan, karena luas penyebarannya cepat juga banyak digemari masyarakat Betawi kota sampai warga Betawi pinggiran.

Sejarah dan Makna Tari Tradisional Cokek

Nama Cokek sendiri berasal dari bahasa Hokkian, yakni chiou-khek yang berarti menyanyikan lagu. Dalam bahasa Mandarin dibaca juga Chang ge. Tari Cokek sudah dikenal masyarakat Betawi sejak awal abad ke- 20.

Pada mulanya, Tari Cokek dikembangkan oleh para tuan tanah yang berasal dari Tiongkok di Batavia. Dalam sejarah kesenian Tari Cokek, tidak disebutkan kapan tepatnya jenis tari tradisional ini muncul di masyarakat. Bahkan tidak diketahui secara jelas siapa tokoh atau pelaku pertama yang memperkenalkan tarian egal-egol sembari menggoyangkan pinggul dengan genit ini.

Biasanya para cokek akan dipanggil untuk memeriahkan suatu hajatan atau perayaan agar lebih meriah. Para cokek tidak hanya bertugas untuk menyemarakan sebuah perayaan dengan nyanyian maupun tarian. Mereka juga turut membantu para tamu saat dalam sebuah perjamuan, seperti menuang minuman, menyiapkan lauk pauk dan masih banyak lagi.

Para cokek ini terkenal merupakan perempuan-perempuan yang luwes dalam melakukan pekerjaan apa pun. Dalam perkembangannya cokek kemudian diartikan sebagai sebuah tari tradisional dari Suku Betawi. Tarian pergaulan ini kerap diiringi oleh orkes gambang kromong dalam setiap pertunjukannya.

Bahkan Tari Cokek juga kerap diikuti oleh rombongan para penari perempuan yang disebut sebagai wayang cokek. Pada setiap pertunjukan Tari Cokek, para penonton akan diajak ikut serta menarikan tarian khas ini dengan berpasangan dengan para cokek. Masyarakat Suku Betawi biasanya menyebut kegiatan menari bersama ini dengan ‘ngibing cokek’.

Para penari Cokek sengaja memasang ekspresi genit dan sorot mata yang tajam. Tujuannya untuk memikat para tamu lelaki untuk ikut ngibing berpasangan di atas panggung. Pada tahun 1970-an kesenian Cokek hanya melayani tamu atau hajatan orang Tionghoa saja.

Dengan kata lain, dulu Tari Cokek dan musik Gambang Kromong hanya dimiliki cukong-cukong golongan peranakan Tionghoa untuk melayani tuan tanah yang kaya raya.

Dalam perjalannya, Tari Cokek mendapat dukungan sekaligus kecaman dari masyarakat sekitar. Berbagai kecaman ini muncul karena gerakan penari Cokek yang dianggap mengandung tidak bermoral atau kurang baik.

Namun di sisi lain, tari tradisional ini juga memiliki makna khusus yang positif dari setiap gerakannya. Salah satu di antaranya adalah gerakan tangan ke atas yang memiliki arti meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Tari Cokek ada pula gerakan menunjuk ke arah mata yang berarti upaya manusia dalam menjaga pandangannya dari hal-hal yang tidak baik atau negatif.

Halaman:
Editor: Agung
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...