Tradisi Rebo Wekasan, Sejarah dan Peringatannya di Berbagai Daerah

Tifani
Oleh Tifani
20 September 2022, 22:07
tradisi Rebo Wekasan
ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.
Ilustrasi, warga mengikuti prosesi Kirab Tradisi Rabu Wekasan di Desa Jepang, Mejobo, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (20/9/2022).

Di Kalimantan Selatan, tradisi Rebo Wekasan disebut Arba Mustamir, yang diadakan dengan berbagai cara, seperti shalat sunah dan disertai doa tolak bala. Selain itu, ada juga selamatan kampung dengan tidak bepergian jauh, tidak melanggar pantangan, hingga mandi Safar untuk membuang sial.

Tradisi Rebo Wekasan juga diperingati secara meriah di Wonokromo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tradisi ini dilakukan dengan membuat lemper raksasa dan dibagikan kepada masyarakat yang menghadiri acara ini.

Sejarah di Balik Tradisi Rabu Wekasan

Mengutip Kemendikbud.go.id, sejarah hadirnya tradisi Rebo Wekasan di Yogyakarta tercatat ada dua versi berbeda.

Versi pertama, Rebo Wekasan disebut sudah ada sejak 1784. Saat itu, hidup tokoh bernama Mbah Faqih Usman atau yang dikenal sebagai Kyai Wonokromo Pertama atau Kyai Welit.

Masyarakat meyakini bahwa Kyai mampu mengobati penyakit dengan metode membacakan ayat Al Quran pada segelas air dan diminumkan kepada pasien.

Kemampuan Mbah Kyai Faqih semakin menyebar, hingga terdengar oleh Sri Sultan Hamengkubuwana I. Untuk membuktikan kemampuan tersebut, Sri Sultan Hamengkubuwana I mengutus empat prajurit untuk membawa Mbah Kyai Faqih menghadap ke keraton.

Ternyata, ilmu Mbah Kyai terbukti dan mendapat sanjungan. Sepeninggal Mbah Kyai Faqih, masyarakat pun meyakini bahwa mandi di pertempuran Kali Opak dan Kali Gajahwong dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan mendatangkan berkah.

Versi kedua, upacara Rebo Wekasan tidak lepas dari Sultan Agung, penguasa Mataram, yang dulu pernah memiliki keraton di Pleret. Upacara adat ini mulai diselenggarakan sekitar 1600.

Kala itu, Mataram terjangkit pagebluk atau wabah penyakit. Kemudian, diadakanlah ritual untuk menolak bala pagebluk. Ritual tersebut dilaksanakan oleh Kyai Welit, dengan membuat tolak bala berwujud rajah bertuliskan basmalah dalam aksara arab sebanyak 124 baris.

Rajah tersebut dibungkus dengan kain mori putih dan dimasukkan ke dalam air, kemudian diminumkan pada orang yang sakit. Lantaran khawatir air tak cukup, akhirnya Sultan Agung memerintahkan agar air dengan rajah sisa rajah tersebut dituangkan ke dalam Kali Opak dan Gajahwong.

Halaman:
Editor: Agung
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...