Banyak Kontrak Akan Habis, Pemerintah Didesak Terbitkan Perppu Minerba
Pemerintah dinilai perlu segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) mineral dan batu bara (minerba). Hal ini guna memberi kepastian usaha bagi pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
Pakar hukum pertambangan Ahmad Redi menyebut Perppu itu menjadi hal penting dalam merampungkan permasalahan di sektor pertambangan. Pasalnya, hingga kini revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba tak kunjung rampung. Sementara, masa operasi banyak PKP2B yang segera berakhir. "Perppu ini seharusnya bukan barang yang susah," kata Redi dalam sebuah diskusi bersama awak media di Jakarta, Rabu (10/7).
(Baca: Nasib 8 Perusahaan Besar Tambang Batu Bara Tersandera Revisi PP dan UU)
Saat ini terjadi tafsir yang berbeda antara UU Minerba dengan turunan aturannya. Misalnya, dalam peraturan turunan itu disebutkan PKP2B bisa mendapatkan perpanjangan tanpa melalui penetapan Wilayah Pencadangan Negara (WPN). Padahal, UU Minerba menyebutkan, WPN seharusnya ditawarkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dulu. Pemerintah tidak bisa langsung memberi perpanjangan operasi PKP2B dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Yang terjadi sekarang perubahan PKP2B menjadi IUPK tidak sesuai UU Minerba. Mulai dari luas wilayah serta peran BUMN," ujarnya.
(Baca: Menteri Rini Disebut Minta Hak Prioritas BUMN Kelola Wilayah Tambang)
Redi lalu menyebut kasus perpanjangan operasi PT Tanito Harum beberapa waktu lalu. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirim rekomendasi kepada Presiden agar membatalkan perpanjangan tersebut. Pemberian IUPK kepada perusahaan itu dianggap bertentangan dengan UU Minerba. Dalam perpanjangan operasinya, Tanito boleh menggarap lebih dari 15 ribu hektare. Padahal dalam UU disebutkan luasan lahan eks PKP2B hanya 15 ribu hektare.
Ia menganjurkan, jika Perppu tak kunjung diterbitkan, maka kepastian mengenai luasan lahan itu sebaiknya diajukan ke Mahkamah Konstitusi. "Perlu dilakukan langkah-langkah yang tidak melanggar hukum seperti mengubah UU secara reguler dengan Perppu atau mengajukan uji materi ke MK," ujarnya.
(Baca: Pakar Hukum: Wilayah Tambang Habis Kontrak Wajib Ditawarkan ke BUMN)
Ketua Indonesia Mining Institute (IMI), Irwandi Arif Luas menilai, lahan 15 ribu hektare sangat tidak memungkinkan bagi kegiatan produksi perusahaan batubara. Penyebabnya, masing-masing lapangan produksi batubara memiliki cadangan yang tersebar di titik tertentu. "Tambang tidak bisa digeneralisir masalah luas lahan. 15 ribu hektare tidak memungkinkan," ujar Irwandi.
Menurut dia, seharusnya dalam membuat kebijakan, pemerintah harus memperhatikan berbagai macam aspek, seperti transparansi, akuntanbilitas. "Jika hanya menggunakan diskresi maka akan menimbulkan tendensi negatif seperti korupsi," kata Irwandi.
(Baca: Menteri Rini Disebut Minta Hak Prioritas BUMN Kelola Wilayah Tambang)