Gross Split Dinilai Tak Signifikan Dongkrak Daya Saing Investasi Migas

Anggita Rezki Amelia
1 Agustus 2018, 20:10
Rig Minyak
Katadata

Pelaku industri hulu minyak dan gas bumi (migas) menyambut positif upaya pemerintah agar skema kontrak gross split lebih menarik bagi iklim investasi. Namun, skema tanpa pengembalian biaya operasional (cost recovery) ini dinilai belum signifikan mendorong investasi.

President Premier Oil Indonesia Gary Selbie mengatakan skema gross split saat ini sudah lebih baik dari yang awal diterapkan. Akan tetapi itu tidak cukup. Apalagi setiap proyek migas memiliki karakteristik yang berbeda.

Bahkan untuk proyek yang berada di daerah marginal tak ekonomis menggunakan gross split. “Ini tidak akan memperbaiki daya saing di Indonesia secara signfikan," kata dia dalam diskusi Gas Indonesia Summit and Exhibition di Jakarta, Rabu (1/8).

Untuk itu dia berharap pemerintah bisa memperhatikan hal tersebut, apalagi untuk blok migas yang tergolong marginal. Jika blok yang tergolong marginal itu dikembangkan, maka bisa memberikan efek berganda bagi negara, seperti lapangan kerja.

Pemerintah juga harus berdiskusi dengan pelaku industri migas untuk membahas kendala ini. “Saya harap ada perhatian dari pemerintah untuk meningkatkan sistem ini di dalam peraturan yang sudah ada. Ini adalah sesuatu yang harus dilakukan kementerian, dan harus ada dialog antara kedua belah pihak,” ujar Gary.

Namun, menurut Gary, Premier akan terus berinvestasi di Indonesia sepanjang iklim investasi atraktif. Apalagi perusahaan asal Inggris ini sudah 20 tahun di Indonesia dan hingga kini masih merasa nyaman.

Di tempat yang sama, CEO MedcoEnergi Roberto Lorato juga memberikan masukan agar investasi blok migas di dalam negeri bisa semakin atraktif. Salah satunya pemerintah perlu mereformasi koordinasi antara lembaga dan kementerian.

Koordinasi diharapkan tidak hanya terpusat di pemerintahan pusat tapi sampai ke daerah. Apalagi proyek migas berada di wilayah-wilayah terpencil di suatu daerah. "Perlu reformasi terus menerus untuk dorong membangu koordinasi yang lebih efektif," kata dia.

Sementara itu, Senior Vice President Operations Southest Asia Mubadala Petroleum Naser Al Hajri mengatakan tidak masalah dengan skema gross split. Ini dibuktikan dengan menandatangani kontrak gross split pada lelang blok migas tahun lalu, yaitu Blok Andaman I.

Gross split dianggap bisa membuat proyek lebih efisien. "Kami investor pertama yang teken gross split, dan tetap terbuka agar bisa mencapai target yang diharapkan," kata Naser.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto menyatakan hingga kini memang masih ada beberapa kendala pada sektor hulu migas, seperti perizinan untuk pembebasan lahan. Kementerian ESDM pun terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyelesaikan ini.  "Kami udah konfirmasi ke kehutanan dan lain-lain agar ini bisa berubah," kata dia.

Sementara itu terkait proyek migas marginal, menurut Djoko kontraktor yang memakai gross split dapat meminta tambahan bagi hasil kepada Menteri ESDM melalui diskresi. Ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 52/2017.

(Baca: Menjawab Keraguan Terhadap Gross Split)

Jadi, kontraktor yang merasa proyeknya tidak ekonomis bisa mengajukan permohonan penambahan bagi hasil kepada pemerntah. "Dengan gross split, ketika harga minyak rendah itu KKKS bisa langsung dapatkan tambahan bagi hasil," kata Djoko.

Reporter: Anggita Rezki Amelia

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...