Investor Tandai Dua Sebab Rendahnya Investasi Migas di Indonesia
Pelaku industri minyak dan gas bumi (migas) yang tergabung dalam Indonesian Petroleum Association (IPA) mengidentifikasi dua faktor yang menyebabkan rendahnya investasi di Indonesia. Kedua faktor itu adalah waktu perizinan yang panjang dan sistem fiskal.
Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong mengatakan, proses perizinan dari penemuan migas hingga berproduksi di Indonesia membutuhkan waktu lama yaitu hingga 15 tahun. Waktunya lebih lama dibandingkan dengan di beberapa negara lain yang hanya 3-5 tahun. "Jadi kemudahan untuk menjalankan bisnis ini izinnya bisa lama sampai tahunan," kata dia di Jakarta, Rabu (10/5).
(Baca: Iklim Investasi Migas: Peringkat Indonesia Terendah)
Alhasil, kontraktor akan berpikir ulang menanamkan investasinya di Indonesia. Alasannya, ketika investor migas mendatangi Indonesia, sudah menghitung pengeluaran dan pengembalian investasi yang bisa diperoleh.
Marjolijn menyatakan, pemerintah harus membenahi dan mempermudah perizinan migas sehingga tidak ada tumpang tindih izin antarkementerian. Dengan begitu, investasi bisa masuk.
Tidak hanya perizinan, faktor lain yang membuat investasi kurang menarik adalah kebijakan fiskal. Namun, Marjolijn belum mau mendetailkan bentuk kebijakan fiskal yang membuat investasi migas menjadi rendah. "Nanti di pertemuan IPA kami akan jelaskan," katanya.
Sebagai gambaran, pada 2015 investasi migas mencapai US$ 15,34 miliar, dan menurun 27 persen setahun kemudian menjadi US$ 11,15 miliar. Sedangkan hingga April tahun ini, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mencatat nilai investasi hanya sekitar US$ 2,57 miliar.
Menurut Marjolijn, rendahnya investasi ini juga berdampak pada ekonomi daerah. Sebagai contoh daerah Rokan Hilir, Riau, yang mendapat hasil dari Blok Rokan milik Chevron. Pertumbuhan ekonomi daerah itu pada 2015 hanya sebesar 1 persen. Angka anjlom dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 4,1 persen.
"Dengan turunnya aktivitas, pertumbuhan ekonomi turun dan ekonomi daerah melambat," kata dia. (Baca: Tanpa Migas, Indonesia Kehilangan Investasi Hingga Rp 300 Triliun)
Sementara itu, Presiden IPA Christina Verchere mengatakan peluang investasi migas di Indonesia sebenarnya terbuka lebar. Namun, investor membutuhkan kepastian investasi dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.
Untuk itu, pemerintah perlu berbenah. Apalagi, Indonesia harus bersaing dengan negara lain seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia yang menjadi sasaran investor dalam berinvestasi.
Di tempat yang sama, Direktur IPA Tumbur Parlindungan mengatakan, investasi migas di Indonesia sangat penting karena bisa memberikan efek berantai kepada masyarakat. Setiap US$ 1 juta investasi migas ke Indonesia dapat menciptakan nilai tambah sebanyak US$ 1,6 juta, tambahan Produk Domestik Bruto sebesar US$ 0,7 juta, dan penciptaan lapangan kerja lebih kurang sebanyak 100 orang.
(Baca: Efek Berganda Industri Migas)
Selain itu, Tumbur memaparkan kontribusi PDB sektor hulu migas tahun lalu sebesar US$ 23,7 miliar atau sekitar 3,3 persen terhadap PDB. "Jika investor masuk maka ekonomi membaik, yang harus dilihat ini efek domino," kata dia.