Freeport Resmi Ajukan Izin Ekspor Konsentrat Selama 6 Bulan
Setelah sempat terhenti sejak awal tahun ini, PT Freeport Indonesia akhirnya resmi mengajukan izin ekspor konsentrat ke Kementerian Perdagangan pada Jumat ini (21/4). Pengajuan ini menyusul status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan jangka waktu tertentu yang diperoleh perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Juru bicara Freeport Riza Pratama mengatakan, pihaknya telah mengajukan eskpor konsentrat tembaga sebesar 1,1 juta ton. “Sama dengan yang lalu,” kata dia kepada Katadata, Jumat (21/4). (Baca: Revisi Aturan Izin Tambang, Jonan Dinilai "Kalah" Lawan Freeport)
Yang menarik, Freeport mengajuan izin ekspor kali ini tetap memakai tarif bea keluar sebesar lima persen. Padahal, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 tahun 2017, seharusnya bea keluar yang ditetapkan untuk pemegang IUPK adalah sebesar 7,5 persen.
Menurut Riza, pihaknya memakai bea keluar lima persen meski telah berstatus IUPK karena ketentuan yang ada di kontrak karya harus dihormati. Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 28 tahun 2017, yang menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 tahun 2017.
Peraturan tersebut menyebutkan pada saat IUPK untuk jangka waktu tertentu diberikan maka kontrak karya mineral logam serta dokumen kesepakatan lainnya antara pemerintah dengan pemegang kontrak tersebut tetap berlaku. Pada aturan sebelumnya ketentuan yang ada di kontrak gugur ketika diberikan IUPK.
Riza mengatakan, izin ekspor yang diminta Freeport akan berlaku selama enam bulan, sesuai dengan jangka waktu negosiasi dengan pemerintah. Jangka waktunya lebih pendek dari rekomendasi yang pernah dikeluarkan Kementerian ESDM sebelumnya yakni satu tahun mulai dari 17 Februari lalu sampai dengan 16 Februari 2018. (Baca: Berlaku Setahun, Freeport dan Amman Kantongi Izin Ekspor)
Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian ESDM dan Freeport tengah berunding selama enam bulan untuk mencapai kesepakatan peralihan kontrak dari KK menjadi IUPK dengan jaminan stabilitas investasi jangka panjang Freeport. Pokok perundingan antara lain sistem perpajakan, kelangsungan operasi dan kewajiban divestasi 51 persen saham.
Selain itu, selama enam bulan pemerintah juga terus memantau perkembangan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Freeport. Kementerian ESDM akan mengirim verifikator independen ke Freeport setiap tiga bulan untuk memastikan progres pembangunan smelter. (Baca: Tak Segera Bangun Smelter, Jonan Ancam Cabut Izin Ekspor Freeport)
Apabila laporan verifikator menyatakan selama enam bulan tidak ada pembangunan, maka pemerintah tidak akan segan mencabut izin ekspor tersebut.”Kalau tidak ada progress, kami akan cabut izin ekspornya," kata Menteri ESDM Iganisius Jonan, Kamis (6/4).