Jonan Janjikan Masyarakat Adat Papua Dapat Saham Freeport
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menjanjikan masyarakat ulayat atau adat di Papua akan mendapatkan saham PT Freeport Indonesia. Tujuannya agar masyarakat setempat semakin bisa menikmati hasil tambang perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut.
Janji Jonan itu disampaikan saat menerima kunjungan Bupati Kabupaten Mimika Eltinus Omaleng di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (27/2). “Pak Menteri janji di dalam 51 persen ada sekian persen jadi pemilik hak ulayat,” kata Eltinus usai pertemuan tersebut.
Sebagai informasi, anggota adat yang ikut dalam pertemuan dengan Jonan terdiri dari perwakilan beberapa suku di Papua, seperti Suku Amungme, Suku Moni, Suku Kamoro, Suku Dani, Suku Duga, Suku Damal, dan Suku Mee. (Baca: Pemprov Papua Minta 10 Persen Saham Freeport)
Menurut Eltinus, masyarakat adat di Papua mendukung kebijakan divestasi 51 persen saham Freeport. Alasannya selama 50 tahun Freeport di Papua, perusahaan tersebut belum berkontribusi besar untuk kesejahteraan Papua, terutama untuk masyarakat ulayat.
Namun, Eltinus belum tahu berapa persen masyarakat ulayat akan menerima divestasi saham Freeport. Sebab, hal itu masih menjadi pembicaraan pemerintah dan menunggu perubahan Kontrak Karya Freeport menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Di tempat yang sama, Uskup Timika John Philip mengatakan, saat ini kondisi Freeport mulai tak menentu sejak dilarang mengekspor mineral mentah. Bahkan, sejauh ini sudah ada pemutusan kerja sebanyak 1.150 karyawan lokal, dan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah.
Para pekerja lokal yang diberhentikan Freeport ini akhirnya sulit memenuhi kebutuhan sehari-harinya, bahkan ada yang sampai mengalami sakit hingga kematian. ''Ada yang stroke, sakit dan meninggal,'' kata John. (Baca: Adu Gertak Pemerintah-Freeport)
Di sisi lain, unjuk rasa pekerja saat ini juga masih terjadi di tambang tersebut. John berharap pemerintah dan Freeport dapat menghasilkan solusi agar masyarakat Papua bisa bebas dari ancaman PHK.
Staf Khusus Menteri ESDM Hadi M. DJuraid mengatakan, dari hasil pertemuan dengan masyarakat Papua itu, PHK menjadi hal yang cukup serius untuk segera diselesaikan oleh Freeport. Perusahaan itu seharusnya tidak perlu melakukan PHK karena sudah mendapat izin ekspor beberapa hari lalu.
''Seperti dikatakan Pak Menteri ESDM bahwa PHK karyawan itu hendaknya menjadi opsi terakhir yg ditempuh setelah opsi-opsi lain,'' kata dia.
Pemerintah juga sudah memberi waktu transisi kepada Freeport selama enam bulan, sejak berubahnya kontrak karya menjadi IUPK pada 10 Februari lalu. Dalam masa transisi itu, Freeport bisa mengkaji apakah IUPK tepat atau tidak bagi perusahaan itu. (Baca: Ungkap Pelanggaran Freeport, Peradi Dukung Pemerintah ke Arbitrase)
Jika Freeport keberatan dengan IUPK yang dikeluarkan pemerintah, maka dalam enam bulan masa transisi Freeport harus menyampaikan hal tersebut kepada pemerintah. ''Dalam enam bulan ini semestinya berjalan normal dan masyarakat tidak jadi korban. Itu solusi dan titik tengah dari pemerintah,'' kata dia.