Jokowi Perintahkan Selesaikan 34 Proyek Pembangkit yang Mangkrak
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan agar proyek-proyek pembangkit yang mangkrak untuk dilanjutkan dan diselesaikan. Sudah banyak uang negara yang hilang dalam proyek tersebut, sementara masyarakat belum juga mendapatkan manfaatnya.
“Saya sudah melihat sendiri, banyak sekali proyek-proyek yang berhenti. Salah satunya pembangkit listrik yang mangkrak. Kemarin saya sudah perintahkan bahwa ada 30-34 lokasi (pembangkit yang mangkrak), untuk dilanjutkan,” ujarnya saat rapat terbatas kabinet mengenai percepatan program listrik 35 gigawatt (GW) di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (22/6).
(Baca: Cerita Jokowi Soal Proyek PLTU Batang)
Jokowi mencontohkan proyek pembangkit di Kalimantan Barat yang pembangunannya sudah berhenti sekitar tujuh sampai delapan tahun lalu. Meski belum selesai, proyek ini sudah menghabiskan dana hingga Rp 1,5 triliun. Nilai ini baru dari satu lokasi pembangkit. Bisa dibayangkan jumlahnya jika pembangkit yang mangkrak ini ada sekitar 34 lokasi.
Kemudian proyek serupa di Gorontalo, dengan kapasitas 2x25 megawatt (MW). Proyek ini sudah dibangun sejak 2007, tapi baru berjalan 47 persen, pembangunannya sudah berhenti. Di Lombok, Nusa Tenggara Barat, dari tiga proyek pembangkit yang ada, hanya dua yang masih berjalan. Satu proyek lagi berhenti, tidak dilanjutkan.
(Baca: Jokowi: Pembangunan PLTG Gorontalo Tercepat, Hanya 7 Bulan Selesai)
“Perlu sebuah keputusan, mau dilanjutkan atau dibiarkan. Kalau dibiarkan konsekuensinya apa? Sekali lagi ini adalah uang negara,” ujarnya. Jika dilanjutkan pun harus ada perhitungan yang jelas, agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Untuk memutuskan hal ini Jokowi meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan untuk memeriksa proyek-proyek pembangkit yang mangkrak. Dari pemeriksaan ini akan terlihat sudah berapa banyak uang negara yang dihabiskan untuk proyek tersebut dan hal apa yang menyebabkan pembangunannnya berhenti.
Terkait dengan upaya percepatan pembangunan infrastruktur kelistrikan, Jokowi ingin agar investor swasta diberikan peran yang lebih. Terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT). Mengingat potensi EBT di Indonesia belum optimal dan kapasitas listrik yang dihasilkan pun sangat besar. “Seperti geothermal (panas bumi), hidro dan mikro hidro harus diberikan prioritas,” ujarnya.
(Baca: Pembangkit 35 GW Terbangun Seperempat, 8 Masalah Menghambat)
Selain itu, Presiden Republik Indonesia ketujuh ini juga menekankan agar pembangunan infrastruktur kelistrikan diprioritaskan untuk daerah-daerah yang masih kurang pasokan listriknya. Untuk daerah yang pasokannya sudah cukup, harus dihitung lagi pertumbuhan kebutuhan masyarakat dan industrinya. Sementara daerah yang pasokan listriknya berlebih, harus diarahkan untuk mulai melakukan konversi sumber energinya ke EBT.