Membahayakan PLN, Rizal Ramli Revisi Megaproyek Listrik Jadi 16 GW
KATADATA ? Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli merealisasikan niatnya untuk merevisi program pemerintah membangun pembangkit listrik berkapasitas total 35 Gigawatt dalam lima tahun ke depan. Selain tidak realistis, dia menilai megaproyek tersebut bisa mengancam kondisi keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
?Kalau program 35 GW dipaksakan, maka akan membahayakan keuangan PLN, bahkan bisa berujung pada kebangkrutan,? katanya saat konferensi pers di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta (7/9).
Rizal menyodorkan hitung-hitungan pasokan dan kebutuhan listrik hingga tahun 2019. Kebutuhan riil listrik nasional pada saat beban puncak pada tahun ini sebesar 50,86 GW dan tahun 2019 sebesar 74,52 GW.
Saat ini, PLN tengah menggarap proyek pembangkit listrik 7 GW yang merupakan proyek lanjutan pemerintahan sebelumnya. Jika ditambah dengan program pembangkit listrik 35 GW maka ketersediaan kapasitas pembangkit listrik tahun 2019 sebesar 95,59 GW. Artinya, bakal ada kelebihan daya listrik lebih dari 21 GW pada lima tahun mendatang. Padahal, menurut Rizal, sesuai peraturan PLN harus membeli pasokan listrik dari pihak swasta. ?Inilah yang saya maksudkan bisa membuat PLN bangkrut,? tukasnya.
Berdasarkan hitung-hitungan tersebut, menurut Rizal, target realistis pengadaan listrik saat ini sebesar 16,17 GW. ?Berdasarkan hasil kajian saat ini yang paling realistis dicapai 16.167 MW (Megawatt), yang probalilitasnya tinggi dan dapat melayani beban puncak 2019,? katanya.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan mempercepat proses negosiasi kontrak proyek pembangunan pembangkit listrik. Selain itu, membantu pembebasan lahan dan meninjau ulang harga penjualan listrik yang lebih kompetitif dan lebih menarik bagi investor.
Kajian itu termasuk pada realisasi pembangunan proyek listrik yang sudah ditenderkan. Nantinya, pemerintah akan memberikan tenggang waktu pengkajian maksimal enam bulan. Jika proses pembangunannya belum juga dimulai sampai masa waktu itu berakhir maka pemerintah akan mencabut konsensinya dan diserahkan kepada investor lain yang berminat. ?Tapi syaratnya, investor baru itu harus punya dana, teknologi,dan pengalaman yang memadai,? ujar Rizal.
Keputusan Menko Maritim tersebut bertolak belakang dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Ia memastikan megaproyek pembangkit listrik 35 GW ini dapat berjalan sesuai target. ?Sudah pasti tidak akan ada pengurangan target,? katanya di Gedung Ditjen Kelistrikan, Jakarta, Senin (7/9).
(Baca: Sudirman-Rizal Beda Pendapat Soal Proyek Listrik 35.000 MW)
Ada dua alasan yang mendasari keputusan tersebut. Pertama, rasio elektrivikasi Indonesia masih rendah karena banyak desa dan daerah yang belum mendapat listrik. ?Tidak adil kalau kita tidak memenuhi kebutuhan listrik mereka. Listrik kan jendela peradaban,? kata Sudirman.
Alasan kedua, Presiden Joko Widodo sudah mencanangkan target yang lebih tinggi bila megaproyek listrik tersebut berjalan sukses. ?Jadi tidak ada alasan sedikit pun untuk revisi target,? tukas Sudirman.
(Baca: Presiden Minta Menteri dan Menko Cari Solusi Megaproyek Listrik)
Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan tidak akan merevisi rencana megaproyek pembangkit listrik 35 GW. Jika ada kendala dalam proses pembangunannya maka tugas pemerintah untuk mencarikan solusi sehingga proyek tersebut bisa berjalan. ?Tugasnya menteri dan menko untuk mencarikan solusi, mencari jalan keluar, setiap masalah yang dihadapi oleh investor,? katanya