Gubernur Babel dan DPD RI Ajukan Uji Formil UU Minerba ke MK Hari ini

Image title
10 Juli 2020, 13:53
uu minerba, pertambangan, minerba, undang-undang, mahkamah konstitusi
Katadata
Ilustrasi, kegiatan penambangan. Sejumlah pihak mengajukan permohonan uji formil UU Minerba ke Mahkamah Konstitusi. Jika uji formli disetujui MK, beleid tersebut bisa batal secara hukum.

Sejumlah pihak mengajukan uji formil ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 atau UU Minerba. Pembentukan beleid tersebut dinilai cacat secara formal hukum sehingga harus dibatalkan.

Adapun pihak-pihak yang mengajukan uji formil tersebut di antaranya, Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan, Ketua PPUU DPD RI Alirman Sori, Anggota DPD RI Tamsil Linrung.

Kemudian, Hamdan Zoelva dari Perkumpulan Serikat Islam, Marwan Batubara dari IRESS, Budi Santoso dari IMW, Ilham Rifki Nurfajar selaku Sekretaris Jenderal Perhimpunan Mahasiswa Pertambangan, dan Andrean Saefudin selaku Ketua umum Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia.

Para pemohon dijadwalkan mendaftarkan uji formil UU Minerba pada hari ini, Jumat (10/7) siang. Permohonan disampaikan langsung ke Kantor Mahkamah Konstitusi, Jakarta.

Perwakilan tim kuasa hukum pemohon Ahmad Redi mengatakan pihaknya harus mengajukan permohonan uji formil ke MK karena UU Minerba dinilai bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Salah satunya terkait proses pembahasan UU Minerba antara DPR dan pemerintah.

Menurut Redi, pembentukan UU bisa dilanjutkan dari periode DPR sebelumnya ke periode DPR saat ini. Dengan catatan, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) telah dibahas di periode sebelumnya.

Namun, menurut Redi, DIM UU Minerba belum pernah dibahas pada peride DPR RI 2014-2019. "Ada surat dari Komisi VII, Pak Sugeng, secara tertulis mengatakan DIM RUU Minerba belum pernah dibahas di DPR pada periode 2014-2019. Sehingga dia tidak bisa di-carry over," ujar Redi ke Katadata.co.id pada Kamis (9/10).

Dengan begitu, anggota DPR periode saat ini harusnya membahas RUU Minerba dari awal. Mulai dari perencanaan hingga pembahasan terkait beleid tersebut. "Tapi ini kan enggak. Itu yang membuat kami menilai rancangan UU Minerba cacat formil karena tidak memenuhi kriteria carry over sesuai UUD 1945 dan UU Pembentukan UU," kata Redi.

(Baca: Polemik RUU Minerba dan Angin Segar bagi Pengusaha Batu Bara)

Selain itu, pihaknya menilai pembahasan UU Minerba tidak melibatkan DPD. Padahal, Pasal 22 UUD 1945 dan keputusan MK menyatakan bahwa DPD memiliki kewenangan menyusun dan membahas rancangan UU sektor sumber daya alam.

Dengan begitu, Tim Presiden, Tim DPR, dan Tim DPD harus mengajukan DIM dan membahasnya secara tripatrit. Namun, DPD tidak dilibatkan dalam pembahasan DIM bersama pemerintah dan DPR.

Oleh karena itu, dua anggota DPD ikut mengajukan permohonan uji formil terkait UU Minerba. "DPD tidak dilibatkan, jadi itu cacat formil," ujar Redi.

Lebih lanjut, Redi mengatakan belum ada uji formil pembentukan UU yang dikabulkan oleh MK. Namun, pihaknya cukup yakin permohonan uji formil bisa dikabulkan. Sehingga UU Minerba bisa dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat atau statusnya dibatalkan.

Jika MK tidak mengabulkan permohonan uji formil, lanjut Redi, pihaknya bakal mengajukan uji meteril. Ada beberapa pasal yang akan diajukan dalam uji materil.

Pertama, Pasal 6 dan 7 terkait penghapusan wewenang pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. Menurut Redi, hal itu bertentangan dengan Pasal 18A UUD 1945 yang menyatakan pemanfaatan sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah harus dilakukan secara adil dan selaras dengan UU.

Selain itu, dalam Pasal 35 UU Minerba disebutkan bahwa kewenangan perizinan pertambangan mulai dari IUP, IUPK, IUPR, hingga surat izin pertambangan daerah ditarik ke pemerintah pusat, tanpa meninggalkan kewenangan pada pemerintah daerah. "Itu dianggap menegasikan peran pemda," kata dia.

Ada juga Pasal 169 A, B, C terkait kepastian perpanjangan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang akan berakhir. Redi menilai aturan itu bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 karena meniadakan peran negara melalui BUMN untuk mengusahakan pertambangan minerba bekas perusahaan pemegang KK dan PKP2B.

Reporter: Martha Ruth Thertina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...