Pengaruh Sentimen Stimulus AS Singkat, Harga Minyak Kembali Turun
Harga minyak mentah dunia kembali anjlok pada perdagangan Rabu (5/8) waktu Indonesia, setelah sempat ditutup pada level tertingginya karena ditopang sentimen stimulus Amerika Serikat (AS). Pengaruh sentimen tersebut tak bertahan lama, karena pasar masih diselimuti kekhawatiran terkait virus corona atau Covid-19 dan kenaikan pasokan minyak global.
Mengutip Bloomberg, pada Rabu (5/8) pukul 07.28 WIB harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman Oktober 2020 turun 0,29% ke level US$ 44,30 per barel. Sedangkan harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman September 2020 turun 0,34% ke US$ 41,56 per barel.
Sebelumnya harga minyak ditutup naik pada perdagangan Selasa (4/8) karena ditopang oleh sentimen stimulus dan perkiraan stok minyak AS yang rendah. Selain itu, membaiknya data manufaktur sejumlah negara masih memberikan efek positif.
"Harga minyak dalam tren positif karena harapan stimulus AS dan data ekonomi menunjukkan pemulihan manufaktur berlanjut pada Juni 2020," kata Senior Market Analyst OANDA Edward Moya, dilansir dari Reuters.
Dari sisi sentimen stimulus, negosiasi antara Partai Demokrat di Kongres AS dan Gedung Putih dinilai banyak pihak sudah berjalan di jalur yang tepat. Meski masih diwarnai beragam perbedaan pandangan, terlihat ada indikasi penambahan stimulus untuk penanganan pandemi corona. Hal ini membuat pelaku pasar sedikit optimis terhadap pemulihan ekonomi AS.
Meski demikian, para pengamat mengatakan harga minyak masih berada dalam tekanan karena kekhawatiran gelombang kedua pandemi corona secara global akan menghambat upaya pemulihan ekonomi.
Pelaku pasar khawatir pemulihan ekonomi global terhambat ketika lonjakan kasus baru virus corona terus meningkat, dengan infeksi tercatat mencapai 18,6 juta kasus. Padahal sebelumnya pelaku pasar optimistis perbaikan ekonomi berjalan di jalur yang benar, dengan sejumlah negara mencatatkan data ekonomi positif.
Masih meningkatnya jumlah kasus positif Covid-19 berpotensi mendorong banyak negara kembali memberlakukan karantina wilayah (lockdown) atau memperluas pembatasan aktivitas, demi menahan laju penyebaran virus. Hal ini berpotensi menekan permintaan minyak global, padahal di saat yang sama ada pasokan diproyeksi bertambah.
Di saat bersamaan pasokan minyak global bakal meningkat, karena organisasi negara-negara produsen minyak dan sekutunya yang dikenal sebagai OPEC+ akan meningkatkan produksi sekitar 1,5 juta barel per hari. Selain itu, produsen minyak di AS juga berencana untuk memulai kembali produksi yang sebelumnya ditutup sementara.
Potensi pemberlakuan lockdown lanjutan di beberapa negara ditambah dengan rencana OPEC+ menambah produksi ini membuat pasar khawatir. Sebab pasokan yang berlebih tanpa diimbangi permintaan akan menyebabkan harga minyak jatuh.