PLN Salah Hitung Tagihan Pelanggan Menjadi Rp 19 Juta
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM menyebut PLN telah menyelesaikan keluhan pelanggan yang sempat viral karena tagihan listriknya mencapai Rp 19 juta. Setelah dihitung ulang, tagihan pelanggan tersebut ternyata hanya Rp 1.050.542.
Meski begitu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana justru menyebut tak ada kesalahan pencatatan meteran listrik oleh PLN. Lonjakan tagihan listrik bisa terjadi karena penggunaan yang meningkat selama pandemi Covid-19.
Terlebih lagi, petugas pencatat meteran listrik tak bisa datang langsung ke rumah-rumah pelanggan selama pandemi. Hal itu menyebabkan PLN menghitung tagihan listrik berdasarkan rata-rata tiga bulan.
Menurut Rida, metode seperti itu sudah diterapkan di negara lain. "Itulah yang kemudian terbebankan ke rekening berikutnya. Rata-rata (petugas pencatat) tidak bisa langsung karena Covid-19, karena orang yang datang takut, yang didatangin takut," ujar Rida dalam diskusi virtual pada Selasa (11/8).
Direktur Bisnis dan Usaha Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (Ditjen Gatrik) Hendra Iswahyudi juga tak menjelaskan penyebab tagihan listrik pelanggan bisa mencapai Rp 19 juta. Dia hanya menyebut kedua belah pihak telah menyepakati pembayaran tagihan hanya Rp 1.050.542.
"Jadi apa yang dikeluhkan pelanggan 900 VA tagihannya Rp 19 juta itu sudah clear. Sehingga pelanggan hanya membayar kurang tagihanya Rp 1.050.542 dicicil empat kali per bulannya," ujar Hendra.
Di sisi lain, PLN hingga kini bungkam terkait masalah tersebut. Executive Vice President Corporate Communication and CSR PLN Agung Murdifi yang dihubungi Katadata.co.id pada Jumat (7/8) dan Sabtu 8/8) enggan menjawab mengenai tagihan listrik pelanggan 900 VA sebesar Rp 19 juta.
Kasus ini bermula dari cerita seorang pelanggan PLN di media sosial yang mengaku mendapat tagihan listrik hingga Rp 19 Juta. Padahal, pelanggan tersebut masuk kategori golongan rumah tangga rendah dengan daya 900 VA.
Ketika mengadukan hal tersebut kepada PLN, perusahaan pelat merah itu justru mewajibkan pelanggan untuk membayar Rp 19 juta dengan sistem cicilan. Informasi tersebut pun langsung menjadi viral di media sosial.