Pertamina Buka Suara Soal Ekspor HSD dengan Harga Murah
Langkah Pertamina mengekspor bahan bakar solar untuk mesin diesel kecepatan tinggi atau high speed diesel (HSD) mendapat sorotan dari berbagai pihak. Penyebabnya, perusahaan sempat menjual bahan bakar tersebut ke Malaysia dengan harga lebih murah ketimbang di dalam negeri.
Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional Ignatius Tallulembang beralasan kebijakan tersebut diambil lantaran kondisinya sangat mendesak. Stok penyimpanan bahan bakar minyak atau BBM perusahaan sudah melampaui batas.
Ekspor terpaksa dilakukan untuk menghindari pemberhentian operasi kilang. "Itu yang menjadi alasan kenapa harus menjual produk solar ini ke luar negeri dan tentu harga jualnya sesuai harga pasar," kata dia dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR, Senin (5/10)
Selama pandemi Covid-19, kapasitas penyimpanan kilang Pertamina sudah mencapai batas minimum (turn down ratio) 75% karena rendahnya penyerapan domestik. Namun, Pertamina masih tetap harus memproduksikan HSD. Realisasi penjualan HSD ke luar negerinya ditetapkan hanya sebesar satu kargo.
Pada bulan lalu, Pertamina melakukan pengapalan dan penyaluran perdana produk HSD 50 PPM Sulphur ke Negeri Jiran. Pengrimannya mencapai sejumlah 200 ribu barel atau setara dengan 31,8 ribu kiloliter melalui kapal MT Ridgebury Katherine Z. Nilai ekspor bahan bakar ini mencapai US$ 9,5 Juta (sekitar Rp 134 miliar).
General Manager Refinery Unit V Balikpapan Eko Sunarno mengatakan produk itu merupakan hasil dari fraksi diesel di Unit Secondary Kilang Refinery Unit V Balikpapan, Kalimantan Timur. Kualitas sulufurnya 50 bagian per sejuta (ppm) atau setara dengan produk diesel berstandard Euro 4. HSD ini merupakan produk bahan bakar mesin diesel terbaru yang diproduksi Kilang RU V.
Akibat pandemi corona, Pertamina mengalami penurunan permintaan bahan bakar cukup dalam. "Namun, perusahaan berkomitmen mengupayakan keberlanjutan pasokan energi dengan menjawab demand pasar akan produk HSD tersebut,” ujarnya.
Eko menyebut jenis BBM HSD 50 ppm sudah memenuhi syarat yang tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017. Aturan ini menetapkan spesifikasi BBM jenis solar memiliki angka Cetane Number minimal 51 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.
Penyaluran Subsidi BBM Turun di Tengah Pandemi
Realisasi penyaluran subsidi BBM menurun tahun ini. Penurunan terjadi karena adanya pembatasan sosial berskala besar di tengah pandemi Covid-19. Penyaluran subsidi BBM yang mengalami penurunan hingga ratusan ribu kiloliter adalah minyak solar.
Pasokan subsidi yang mengalami pengurangan terbesar dibanding tahun lalu terjadi di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Tahun lalu, penyaluran minyak solar mencapai 3,6 juta kiloliter. Tahun ini hanya tersalurkan 3,1 kiloliter atau berkurang sekitar 500 ribu kiloliter.
kkk