Siapa Untung dari Rencana Masuknya Swasta ke Bisnis Transmisi Listrik?
- Rencana swasta masuk ke bisnis transmisi listrik masih menunggu RUPTL 2021-2030.
- Tanpa subsidi, harga listrik dari transmisi swasta berpotensi lebih mahal ketimbang milik PLN.
- Selama ini bisnis transmisi tidak menarik karena investasinya besar, marginnya kecil, dan pengembalian modalnya lama.
Pemerintah berencana membuka pintu untuk swasta masuk ke bisnis transmisi listrik. Langkah ini bertujuan untuk meringankan beban keuangan perusahaan setrum pelat merah alias PLN. Cara tersebut juga akan membuat produksi listrik berlebih dapat tersalurkan ke daerah yang masih kekurangan.
Guna merealisasikannya, pemerintah tengah menggodok regulasi yang sesuai. Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman Hutajulu mengatakan rencana itu masih menunggu finalisasi rencana umum penyediaan tenaga listrik atau RUPTL 2021-2030.
Drafnya saat ini masih ada di PLN untuk direvisi. “Kami akan keluarkan dulu RUPTL-nya. Nanti akan terlihat mana yang dapat didorong ke swasta,” katanya kepada Katadata.co.id, Jumat (5/2).
Pemerintah sekarang mengejar agar acuan penyediaan tenaga listrik itu segera rampung. “Tenggatnya sampai pertengahan Februari. Evaluasi, lalu masuk substansi,” ucap Jisman.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana sebelumnya menyebut pembangunan jaringan transmisi selama ini dibebankan kepada PLN. Padahal, keuangan perusahaan sangat terbatas. “Karena itu, kenapa tidak dibuka untuk swasta," ujarnya beberapa waktu lalu.
Transmisi, menurut dia, cukup penting dalam mengatasi kelebihan pasokan dan dapat menyeimbangkan biaya pokok produksi (BPP) listrik. Bahkan energinya dapat diekspor ke luar negeri.
Grafik Databoks di bawah ini menampilkan panjang jaringan transmisi listrik PLN sepanjang 2010-2019.
Dalam RUPTL 2019-208 tertulis rencana pembangunan pembangkit listrik akan mencapai 56.395 megawatt. Target bauran energi terbarukan mencapai 23% di 2025. Lalu, total pembangunan jaringan transmisi mencapai 57.293 ribu kilometer sirkuit (kms).
Peran swasta selama ini hanya di pembangunan pembangkit listrik saja. Dalam RUPTL itu, produsen listrik swasta atau IPP mencapai 60% dari target penambahan kapasitas 56,4 ribu megawatt
Pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan pada tahun lalu tak mencapai target karena pandemi Covid-19. Rida sempat menyebut, penambahan pembangkit hanya sebesar 2.866,6 mengawatt atau 55% dari target 5.209,48 megawatt.
Lalu, realisasi pembangunan transmisi hanya 2.648 kilometer sirkuit. Angkanya sekitar 59% dari patokan awal 4.459,6 kilometer sirkuit.
Harga Listrik Transmisi Swasta Lebih Mahal?
Guru besar Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia Profesor Iwa Garniwa menilai sah-sah saja pemerintah mendorong swasta masuk bisnis transmisi. Namun, ia pesimistis rencana ini bakal disambut dengan cepat oleh para investor.
Apabila tidak ada kepastian pengguna dari transmisi tersebut dan berapa jumlah energi minimal yang tersalur akan sulit menarik swasta masuk. "Hal ini terkait dengan biaya pengembalian modal," ucapnya.
Ia lebih setuju transmisi dikuasai oleh perusahaan pelat merah. Alasannya, listrik memiliki nilai strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Keberadaannya harus terjaga dengan baik, begitu pula dengan harganya. Pemerintah sebaiknya mendorong peran badan usaha milik negara (BUMN) lain masuk ke bisnis transmisi ketimbang swasta.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan penyaluran listrik saat ini memang belum dilakukan secara optimal dan proporsional. Hal ini terlihat dari indikator seringnya pemadaman listrik di beberapa daerah di Indonesia.
Rencana masuknya swasta dalam bisnis transmisi harapannya dapat menyelesaikan defisit listrik tersebut. Yang penting, skema bisnisnya harus sesuai. Artinya, tanpa skema subsidi pemerintah, harga listrik dari transmisi swasta akan lebih tinggi daripada milik PLN. “Harga keekonomian yang dijual ke konsumen berpotensi mendorong margin lebih tinggi,” ujarnya.
Penentuan lokasi juga menjadi penting untuk menarik investasi. Jangan sampai swasta hanya masuk ke daerah strategis, sementara PLN mengerjakan yang lebih rumit dan malah merugi.
Di sisi lain, skema transmisi dikerjakan swasta akan menekan biaya pokok penyediaan listrik. Komponen inilah yang kerap memicu ongkos produksi listrik menjadi mahal. Apalagi di saat bersamaan pemerintah juga tengah mengejar target pembangunan pembangkit listrik. “Integrasi transmisi bisa sedikit meringankan beban PLN,” kata Yusuf.
Bisnis Transmisi Tidak Menarik Investasi
Pengamat energi Fahmi Radhi menilai masuknya swasta ke transmisi memang dapat mengurangi beban PLN dalam pasokan listrik. Target elektrifikasi 100% Indonesia dapat tercapai. Namun, ada potensi peran PLN, sebagai satu-satunya BUMN yang menyediakan listrik, akan terpangkas.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat perlu dasar hukum yang jelas untuk memasukkan swasta dalam proyek transmisi. Terutama yang terintegrasi dengan pembangkit dan distribusi.
Selama ini bisnis transmisi tidak menarik karena investasinya besar, marginnya kecil, dan pengembalian modalnya lama. Bahkan bagi PLN pun bisnis ini tidak atraktif.
Di sisi lain, hingga sekarang belum jelas juga apakah swasta nantinya hanya membangun transmisi atau ikut mengelola. "Kalau mengelola, bagaimana pengaturannya? Berapa besar margin yang diberikan, berapa lama waktunya, dan pengaturan-pengaturan lainnya," ucapnya.
Daripada berwacana, pemerintah seharusnya keluar dengan pengaturan bisnis model kelistrikan. Ia pun mengacu pada pasal 10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja.
Pada ayat 2 berbunyi, usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan secara terintegrasi. Lalu, di ayat 3 tertulis, usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum secara terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan oleh satu badan usaha dalam satu wilayah usaha.
Sebagai informasi, pandemi Covid-19 telah membuat keuangan PLN tertekan seiring dengan rendahnya penyerapan listrik. Konsumsi listrik pada 2020 tidak turun, tapi cenderung flat atau datar.
Direktur Perencanaan Korporat PLN Muhammad Ikbal Nur sebelumnya mengatakan kebutuhan listrik selama 2020 cenderung tidak mengalami pertumbuhan dan juga tidak menurun. Bahkan pasokan listrik 63 gigawatt (GW) yang dimiliki PLN dan swasta masih mencukupi kebutuhan listrik di 2020.
Kegiatan dan investasi PLN terus berlanjut. Termasuk di dalamnya penambahan jumlah pembangkit listrik, pembangunan transmisi, dan pembangunan fasilitas gardu induk. Ada pula sambungan listrik ke rumah pelanggan yang saat ini mencapai lebih dari tiga juta konsumen. "Pada 2020 (konsumen PLN) naik menjadi 79 juta pelanggan," ucapnya.
Ia berharap dengan kehadiran vaksin Covid-19 maka pandemi pun dapat segera berakhir. Lalu, perekonomian bisa tumbuh mencapai 4% sampai 5% sesuai dengan target pemerintah.