Investasi Hilirisasi Minerba Lesu, Realisasinya Baru Capai 23,36%
Realisasi hilirisasi investasi mineral dan batu bara (minerba) dari awal tahun hingga Mei 2021 sekitar US 1,4 miliar atau Rp 20 triliun. Angka ini baru mencapai 23,36% dari target US$ 5,98 miliar ata sekitar Rp 85,4 triliun.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengakui realisasi itu masih rendah. Kondisi ini terjadi karena berbagai isu, seperti masalah perizinan, analisis dampak lingkungan (Amdal), pinjam pakai kawasan hutan, dan kesesuaian tata ruang.
Lalu, pasar yang sedang lesu, kendala pembebasan tanah, cuaca ekstrem, dan pandemi Covid-19 juga turut berkontribusi. “Investasinya sampai saat ini baru US$ 1,398 miliar,” kata Ridwan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR, Senin (7/6).
Pemerintah akan memberikan dukungan kepada badan usaha untuk meningkatkan investasinya. Caranya dengan memfasilitasi penyusunan informasi peluang investasi dan melakukan penjajakan minat pasar (market sounding).
Untuk tahun ini, Kementerian ESDM menargetkan empat pabrik pemurnian atau smelter baru dapat beroperasi pada tahun ini. Yang pertama, smelter PT Aneka Tambang Tbk atau Antam di Tanjung Buli, Halmahera Timur, Maluku Utara.
Progres pembangunannya telah mencapai 97,7% tapi masih terkendala pasokan listrik. “Saya dapat informasi dari direksi Antam, sudah ada lelang pembangkit,” ucapnya.
Kedua, PT Smelter Nikel Indonesia yang sekarang telah mencapai 100%. Perusahaan sudah berhasil melakukan uji coba produksi tapi kegiatannya terhenti sementara karena menunggu tambahan dana operasional.
Berikutnya, smleter PT Cahaya Modern Metal Industri di Cikande, Serang, Jawa Barat. Perusahaan sudah menyelesaikan pembangunan pabrik tersebut dan melakukan kegiatan produksi.
Dan terakhir, pabrik pemurnian PT Kapuas Prima Coal di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Progresnya sudah 99,87%. “Saat ini menunggu tenaga ahli dari Tiongkok untuk mulai produksi yang direncanakan datang pada Juni ini,” ujar Ridwan.