Investasi Lesu, Pemerintah Diminta Segera Rampungkan Revisi UU Migas

Muhamad Fajar Riyandanu
13 April 2022, 18:53
investasi hulu migas, skk migas, revisi uu migas, ruu migas
Medco Energi
PT Medco Energi Tbk (Medco Energi) mendapatkan produksi minyak perdana dari blok migas di Thailand.

Pemerintah terus berupaya menggaet investor untuk menggenjot proyek minyak dan gas (migas). Menurut catatan SKK Migas pertumbuhan investasi di hulu migas sejak 2017 sampai 2021 cenderung stagnan, dengan realisasi rata-rata US$ 10,8 miliar per tahun.

Adapun realisasi investasi pada 2021 senilai US$ 10,9 miliar dan tahun ini direncanakan sebesar US$ 13,2 miliar. “Tahun ini harapannya terjadi lonjakan. Karena dua tahun terakhir agak berat karena Pandemi Covid-19, dan pemain utama dunia hulu migas juga mengurangi pengeluarannya,” kata Deputi Operasi SKK Migas, Julius Wiratno dalam webminar Investasi Hulu Migas dalam Menghadapi Situasi Global dan Harga Minyak Dunia, Rabu (13/4).

Julius menjelaskan, saat ini sejumlah perusahaan migas seperti Exxon Mobil, Shell, dan Pertamina memangkas belanja modal (capital expenditure/capex) dan belanja operasional (operational expenditure/opex). Bank-bank juga semakin selektif dalam memberi pendanaan dan investasi migas.

Pada kesempatan tersebut, Julius juga mengatakan sejumlah investor migas yang mendapat kendala berupa kepastian hukum, insentif, dan fleksibiltas sistem perpajakan. “Ini dampaknya membuat efek domino suplai kita lebih rendah dari yang diharapkan,” ujarnya.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Iman Prihandono, mengatakan salah satu alasan para investor asing ragu-ragu untuk menanamkan modalnya karena Revisi Undang-Undang Migas yang belum rampung hingga kini.

Iman menilai, sejumlah investor asing merasa was-was saat jika regulasi investasi migas di tanah air berubah secara tiba-tiba. Selain itu, harga keekonomian, cadangan di laut dalam yang membutuhkan investasi yang besar dan isu peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan menjadi pertimbangan investor untuk menanamkan modalnya.

“Karena RUU Migas ini belium dipastikan, mau berubah gak nih, tidak berubahnya kerangka besar hukum dalam bentuk UU ini cenderung membuat pemerintah untuk bermanufer mengubah aturan di level peraturan pelaksanaan seperti Permen ESDM untuk mengesuaikan keadaan di lapangan,” papar Iman.

Ia berharap RUU Migas segera disahkan untuk menjamin kepastian hukum dan iklim investasi migas di Indonesia. “Jangan ditunda lagi supaya ada kejelasan. Sudah ada perubahan dalam lanskap industri hulu migas, kita belum bisa merepons itu dengan kerangka besar perundangan-undangan yang pasti dan bisa dibaca dan diterima bersama,” tukasnya.

Ketua Indonesian Pertroleum Association (IPA), Ali Nasir, mengatakan tiap tahun Indonesia harus menanggung selisih antara konsumsi dan produksi minyak dalam negeri dengan mengimpor 700.000 barel minyak per hari.

Ia menilai, jika impor dilakukan secara terus-menerus akan menggerus devisa negara dan mengancam ketahanan energi nasional. “Tentu yang parah sekitar US$ 2 miliar per bulan kita habiskan untuk beli minyak dari luar negri padahal kalau kita lihat banyak 68 basin yang belum dieksplor,” ujar Ali.

Guna meminimalisir selisih tersebut, Pemerintah telah menargetkan produksi minyak 1 juta barel per hari pada tahun 2030 dengan nilai investasi diperkirakan mencapai US$ 25 juta per tahun.

Di sisi lain, hanya sedikit investor yang masuk untuk menanamkan modalnya di proyek migas di Indonesia. Menurut Ali, dana investor dibutuhkan untuk menutupi selisih produksi 700.000 barel per hari.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...