Di DPR, Erick Thohir Beri Sinyal Pemerintah Bakal Pangkas Subsidi BBM
Sinyal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kian menguat. Kebijakan ini mendapat sorotan dalam rapat kerja Komisi VI DPR dengan Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang satunya membahas mengenai wacana kenaikan harga BBM.
Anggota Komisi VI Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka mengungkapkan, jika opsi yang ditempuh pemerintah menaikkan harga BBM subsidi, maka Kementerian BUMN harus memastikan data penerima subsidi BBM dari PT Pertamina (Persero) harus tepat sasaran.
"Sebelum memutuskan kenaikan harga BBM, perbaiki dulu data penerima subsidi BBM, keseluruhan penerima harusnya masyarakat miskin dan tidak mampu, sehingga (subsidi energi) Rp 502 triliun menjadi tepat sasaran dan akurat," kata Rieke, dalam RDP dengan Menteri BUMN di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/8).
Sementara itu, Anggota Komisi VI dari Fraksi PKB Nasim Khan menilai, pemerintah memang mempunyai beban yang cukup besar untuk subsidi energi senilai Rp 502 triliun dalam APBN 2022. Dia meminta agar kebijakan terkait BBM nantinya tidak akan membenani rakyat.
"Kalau ada kebijakan menggunakan subsidi, jangan sampai membebani masyarakat," terangnya.
Merespons hal tersebut, Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan, saat ini pihaknya masih menunggu penugasan yang diberikan pemerintah mengenai kebijakan kenaikan harga BBM. "Saya belum ada rapat kelanjutan, kalau sudah menjadi kebijakan pemerintah, saya bisa sampaikan," katanya.
Menurut Erick, memang tidak ada cara lain untuk menekan subsidi energi dari Rp 502 triliun ke level Rp 300 triliun kecuali dengan menaikkan harga BBM. Ia juga mencontohkan, harga Pertamax yang saat ini dijual Rp 12.500 per liternya, masih lebih murah dibandingkan Shell yang dijual Rp 17.000 per liternya.
"Pertamax itu disubsidi, sama juga namanya Pertalite dan Solar disubsidi luar biasa, dengan harga BBM luar negeri US$ 105 per barel, anggaran U$ 63 per barel kemudian menjadi US$ 93. Artinya pemerintah tidak menghilangkan subsidi, yang dilakukan adalah pengurangan subsidi," bebernya.
Selain itu, mengenai kebijakan terkait BBM, Kementerian BUMN mendorong agar data penerima subsidi BBM harus tepat sasaran melalui konsolidasi satu data. Lalu, mendorong BUMN menekan impor BBM, atau memproduksi BBM jenis baru.