Hanya 10% Produksi Bijih Bauksit yang Diolah di Dalam Negeri
Kementerian ESDM menyampaikan tingkat produksi bijih bauksit domestik berada di angka 25 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 90% atau 22,5 juta ton dijual ke luar negeri dalam kondisi mentah atau masih dalam bentuk bijih.
"Kita itu produksi 25 juta ton per tahun dan itu 90% bijih diekspor," kata Arifin saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (23/12).
Bank Indonesia mencatat nilai ekspor bauksit nasional mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2017 nilai ekspor bauksit Indonesia baru sekitar US$66,43 juta. Kemudian di tahun-tahun berikutnya nilai ekspornya terus meningkat, hingga mencapai US$628,17 juta pada 2021.
Arifin mengatakan, kondisi fasilitas pemurnian bauksit di dalam negeri masih belum optimal. Alasannya, penyerapan bijih bauksit pada 4 pabrik pemurnian atau smelter bauksit eksisting yang tersedia masih di bawah kapasitas.
"Jadi smelter itu ada 12, yang sudah selesai itu 4. Tapi yang 4 ini itu operasinya itu gak penuh," ujar Arifin.
Dia mengatakan, 8 unit smelter yang masih dalam tahap pembangunan ditargetkan rampung pada masa pelarangan ekspor bijih bauksit di Juni 2023. Total ada 12 smelter bauksit yang akan beroperasi ke depannya. Dari 12 smelter tersebut, delapan smelter masih dalam tahap pembangunan.
"Sisa 8 itu bisa juga selesai. Selama ini kalau ekspor itu kan izinnya berdasarkan progres pembangunan fisik smelternya," kata Arifin.
Hingga Juni 2022, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi atau Kemenko Marves mencatat Indonesia memiliki dua pabrik pengolahan bijih bauksit dengan keluaran smelter grade alumina (SGA), yang dimiliki PT Well Harvest Winning Alumina Refinery dan PT Bintan Alumina.
Kedua smelter dengan kapasitas input bijih bauksit mencapai 12,5 juta ton itu dapat memproduksi olahan bauksit mencapai 4 juta ton setiap tahunnya.
Sementara itu, smelter dengan keluaran chemical grade alumina (CGA) milik PT Indonesia Chemical Alumina berkapasitas input bijih bauksit mencapai 750 ribu ton. Smelter tersebut dapat menghasilkan olahan bauksit sebesar 300.000 ton.
Kemudian, terdapat satu smelter pengolahan produk lanjutan bauksit menjadi aluminium, ingot dan billet yang dioperasikan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Smelter itu memiliki kapasitas output sebesar 345.000 ton.
Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) menilai kebijakan larangan eskpor bauksit mentah pada pertengahan tahun depan, perlu diimbangi dengan pengadaan pabrik pengolahan mineral atau smelter.
Jika tidak, kondisi ini menimbulkan kekhawatiran pasokan bijih bauksit menjadi mubazir, karena tak bisa diolah.
Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I, Ronald Sulistyanto, mengatakan fasilitas pemurnian smelter di dalam negeri belum cukup untuk mengolah seluruh produksi bijih bauksit yang ada. Menurut catatan APB31, ada 28 perusahaan yang aktif dalam kegiatan penambangan bijih bauksit dengan capaian produksi rata-rata 2 juta ton per tahun.
Hal ini membuat produksi bijih bauksit setiap tahun rata-rata menyentuh angka 56 juta ton. "Produksinya mirip-mirip tiap tahun," kata Ronald saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Kamis (22/12).
Menurut Ronald, bakal ada potensi sekira 40 juta ton bijih bauksit yang tak bisa terserap, saat pemerintah memberlakukan kebijakan larangan ekspor. Angka ini muncul dari hitung-hitungan APB3I berdasarkan kemampuan tiga smelter bauksit yang beroperasi, yaitu dua Smelter Grade Alumina (SGA), dan satu Smelter dengan keluaran Chemical Grade Alumina (CGA).
Kondisi suplai bijih bauksit yang tak terserap dinilai bisa menimbulkan kerugian berlipat. Alasannya, para pelaku usaha rata-rata mengeluarkan belanja modal senilai US$ 1,2 miliar atau setara Rp 18,6 triliun per tahun.
Pendanaan ini umumnya digunakan untuk mengolah 6 juta ton bijih bauksit menjadi 2 juta ton alumina per tahun."Kendala pada masalah penyerapan. Jika terhambat akan banyak orang yang akan menganggur akibat berhenti produksi," ujarnya.
Menurut Ronald, target pemerintah untuk dapat mendirikan 8-9 smelter bijih bauksit itu relatif sulit tercapai. Selain kebutuhan dana yang tinggi, sumber pendanaan atau pinjaman untuk pembangunan smelter bijih bauksit terbilang sulit.
"Pendanaan sulit. Punya pemerintah pun belum selesai apalagi yang punya swasta. Rata-ratas masih 23%, 25%. Mungkin yang bisa selesai hanya punya ANTAM," kata Ronald.