Penerimaan Negara Hilang Rp 29 T, Program Gas Murah Industri Direvisi
Kementerian ESDM menargetkan revisi harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk tujuh industri segera rampung. Sejak digulirkan dua tahun lalu, program gas murah untuk industri ini menyebabkan pemerintah kehilangan penerimaan Rp 29 triliun.
Program gas murah diatur dalam Keputusan Menteri atau Kepmen Nomor 134 Tahun 2021 tentang Penggunaan dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri. ESDM merevisi aturan tersebut sehingga tarif HGBT menjadi lebih fleksibel.
Direktur Jenderal Migas, Tutuka Ariadji, menyampaikan bahwa revisi Kepmen ESDM Nomor 134 tahun 2021 sudah masuk dalam tahap finalisasi. Dia menyampaikan, Kepala SKK Migas dan Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) telah menyampaikan penyesuaian rekomendasi perhitungan terhadap volume pasokan dan harga gas hulu untuk sektor industri tertentu dan penyediaan tenaga listrik.
BPH Migas juga dilaporkan telah menyampaikan pertimbangan perhitungan penyesuaian tarif penyaluran gas bumi dalam rangka revisi Kepmen ESDM gas murah tersebut. "Dalam beberapa hari mestinya sudah bisa terbit, sebentar lagi selesai. Saat ini sudah diserahkan ke Pak Menteri ESDM," kata Tutuka saat ditemui di Gedung Nusantara I DPR pada Selasa (11/4).
Program gas murah untuk industri US$ 6 per MMBTU itu berjalan sejak 1 April 2020. Ada tujuh industri penerima seperti industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet.
Kendati regulasi itu diatur oleh Kementerian ESDM, penentuan industri penerima HGBT di hilir diatur oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui instrumen Permen Perindustrian Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rekomendasi Pengguna Gas Bumi Tertentu.
Menurut Tutuka, pengesahan revisi Kepmen 134 tahun 2021 membuka potensi tarif HGBT di atas US$ 6 per MMBTU. "Kepmen yang direvisi gak persis US$ 6, kalau tidak bisa ya harganya lebih dari US$ 6," ujar Tutuka.
Revisi ketetapan tersebut juga bisa mengubah penyaluran insentif HGBT kepada industri penerima tertentu. Insentif bakal dihentikan apabila perusahaan penerima sudah berkembang. "Semangatnya membantu membantu industri yang perlu dibantu. Kepmen HGBT ini gak untuk selamanya industri dapat terus, kalau sudah kuat maka diganti," kata Tutuka.
Kementerian ESDM menghitung program ini menyebabkan penerimaan bagian negara hilang Rp 29,39 triliun. Tutuka mengatakan bahwa besaran penerimaan negara yang hilang itu terjadi akibat penyesuaian harga gas bumi setelah memperhitungkan kewajiban pemerintah kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Penerintah menanggung penurunan penerimaan negara sebesar Rp 16,46 trilun pada 2021 dan Rp 12,93 triliun untuk tahun 2022. Kebijakan HGBT mewajibkan pemerintah untuk menanggung biaya selisih harga dengan mengurangi jatah keuntungan penjualan gas negara sehingga tidak membebani jatah atau keuntungan kontaktor.
Pemerintah umumnya menyepakati kontrak pembagian atau split kepada perusahaan yang mengelola suatu blok migas dengan porsi 60:40 hingga 55:45. Pembagian tersebut memperhitungkan kesulitas ekploitasi migas di sebuah lapangan.
"Penerimaan KKKS tidak boleh berkurang, yang dikurangi itu penerimaan negara. Misalnya harganya US$ 7 menjadi US$ 5, maka bagian negara yang dikurangi sehingga harganya US$ 5," ujar dia.