Harga Batu Bara Anjlok 9% ke US$ 170/Ton Usai Fed Naikkan Suku Bunga
Harga batu bara terkoreksi dalam usai bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve atau The Fed, menaikkan suku bunga pada Rabu (3/5). Bank Dunia meramalkan rata-rata harga batu bara tahun ini turun 42% dibandingkan rata-rata tahun 2022.
Harga batu bara ICE Newcastle, Australia, salah satu harga acuan global, turun dua hari berturut-turut sebesar US$ 16,9 atau 9,01% dari US$ 187,55 per ton pada Rabu (3/5) menjadi US$ 170,65 per ton pada Jumat (5/5).
Sedangkan untuk kontrak pengiriman Juni 2023, harga terkoreksi US$ 20 atau 10,53% dari US$ 190 per ton menjadi US$ 170 per ton. Dengan penurunan tersebut, harga batu bara telah terkoreksi lebih dari 40% sepanjang tahun ini atau secara year to date.
The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada Rabu (3/5) menjadi di kisaran 5,00-5,25%. Kenaikan ini berpotensi semakin memperlambat laju perekonomian dan menekan permintaan energi seperti minyak, gas alam, dan batu bara.
Bank Dunia menyebutkan bahwa beberapa kendala yang menyebabkan harga naik tajam pada 2022 terus berkurang tahun ini, seperti turunnya harga gas alam, dan tingginya harga emission trading system Uni Eropa membuat batu bara kehilangan daya saingnya.
“Permintaan turun karena cuaca musim dingin yang sejuk membuat persediaan lebih tinggi dari yang diharapkan, Di sisi penawaran, produksi dan ekspor Australia telah pulih dari gangguan selama musim siklon tropis yang parah pada akhir 2022,” tulis Bank Dunia dalam laporan Commodity Markets Outlook bulan April 2023, dikutip Jumat (5/5).
Kemudian ekspor batu bara Rusia meningkat ke Cina, India, Korea Selatan, dan Turkiye, mengimbangi penurunan ekspor ke Eropa dan Jepang. Utilitas Jepang mencari batu bara murah, juga beralih ke sumber lain karena kontrak dengan Rusia berakhir.
Sedangkan Cina melanjutkan impor dari Australia, mengakhiri larangan impor informal yang diberlakukan pada akhir 2020 meski sejauh ini impornya masih rendah.
Adapun harga rata-rata batu bara tahun ini diprediksi turun 42% dibandingkan rata-rata 2022 dan turun 23% pada 2024, namun masih di atas rata-rata harga pada periode 2015-2019. Proyeksi ini dengan asumsi harga karbon yang tinggi di Eropa, dengan harga LNG yang lebih murah menekan permintaan batu bara.
Australia juga kemungkinan akan diuntungkan, menyusul pencabutan larangan impor tidak resmi pada Januari 2023 oleh pemerintah Cina. Dengan berakhirnya La Niña, ekspor Australia akan meningkat secara terukur tahun ini. Serta produksi diperkirakan akan meningkat di semua wilayah pengekspor utama.
“Perkiraan tersebut mengasumsikan bahwa Indonesia, pengekspor batu bara terbesar akan meningkatkan ekspor sebesar 5%, sebagai respons terhadap harga yang masih jauh lebih tinggi daripada rata-rata historis,” kata Bank Dunia.