Perusahaan Cina Bakal Bangun Smelter Aluminium Rp 89 Triliun di Bintan
Perusahaan asal Cina, Shandong Nanshan Aluminium, berencana memperluas pabrik alumina barunya di Indonesia menjadi kompleks smelter aluminium berkapasitas 250.000 ton per tahun senilai US$ 6 miliar atau sekitar Rp 88,9 triliun pada 2028.
Shandong Nanshan adalah salah satu dari kelompok perusahaan Cina yang sedang berkembang yang melakukan investasi multi-miliar dolar di Asia Tenggara, terutama di sektor pemrosesan logam dan penyulingan minyak.
Perusahaan asal Negeri Panda ini memulai proyek pabrik alumina berkapasitas 2 juta ton per tahun pada November tahun lalu di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
Nanshan memproses bauksit yang ditambang dari wilayah Kalimantan di Indonesia dan mengekspor alumina ke negara tetangga Malaysia dan juga menjualnya ke pedagang internasional. Nanshan bermaksud untuk mulai membangun unit peleburan aluminium pada akhir tahun ini.
“(Ini) bagian dari rencana untuk membangun pabrik aluminium berkapasitas 1 juta ton pada tahun 2028, dan akhirnya memproduksi ingot aluminium kelas atas untuk industri pesawat terbang dan kendaraan listrik,” kata seorang eksekutif perusahaan minggu lalu seperti dikutip dari Reuters Selasa (16/5).
Nanshan juga berencana untuk membawa lebih banyak perusahaan Cina ke lokasi tersebut. Berbasis di provinsi Shandong Cina, Nanshan Group mengatakan pelanggan aluminiumnya saat ini termasuk Airbus, Boeing, dan Tesla.
Untuk bahan bakar fasilitas alumina, Nanshan mengoperasikan pembangkit listrik berbasis batu bara 160 megawatt (MW) di dalam KEK. “Perusahaan juga merencanakan fasilitas tenaga surya 100 MW dan juga telah setuju untuk membeli energi terbarukan dari PLN,” kata manajer umum situs, Hao Weisong.
Sekretaris Jenderal Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus, Susiwijono Moegiarso, mengatakan bahwa perusahaan pengelola KEK, PT Bintan Alumina Indonesia, tahun lalu diberikan pembebasan penuh pajak penghasilan selama 20 tahun. Dia mengatakan investasi di situs tersebut sejauh ini mencapai Rp 17 triliun rupiah.
Presiden Indonesia Joko Widodo, yang mengunjungi lokasi tersebut tahun lalu, berfokus pada pengolahan mineral untuk mendapatkan lebih banyak nilai dari sektor pertambangannya yang luas, dan pemerintah dapat memberlakukan larangan ekspor pada bulan Juni untuk mineral yang belum diolah, termasuk bauksit.
Moegiarso mengatakan KEK telah berkomitmen untuk memasok 33,8% listriknya dari sumber terbarukan pada tahun 2032.