Menteri ESDM Beri Sinyal Pilih VCL untuk Pegang Kendali Vale
Menteri ESDM Arifin Tasrif memberi sinyal menyetujui permintaan Vale Canada Limited (VCL) untuk menjadi pengendali operasi PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Sehingga Holding Industri Pertambangan BUMN, PT Mineral Industri Indonesia alias MIND ID bukan sebagai pengendali operasi Vale Indonesia.
Arifin mengatakan VCL unggul dalam kemampuan pengolahan nikel. Dia menyebut VCL punya pengalaman puluhan tahun sebagai penambang sekaligus pengolah bijih nikel lewat modal kepemilikan fasilitas pemurnian. "Kalau soal kendali operasi iya, karena kemampuan pengoperasian pertambangan mereka unggul," kata Arifin di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (28/7).
Wacana tarik-menarik hak pengendali operasional Vale Indonesia antara VCL dan MIND ID berawal dari kewajiban divestasi saham. Divestasi itu untuk memenuhi persyaratan perpanjangan kontrak karya (KK) pertambangan yang akan berakhir pada 28 Desember 2025.
Vale wajib menyerahkan 11% saham kepada pihak Indonesia sebagai syarat perpanjangan kontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 112 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pelepasan tersebut melengkapi divestasi 40% saham yang dijual perusahaan itu kepada pihak Indonesia pada 1990 dan 2020.
Berjalannya waktu, Vale bersedia melepas 14% saham perusahaan kepada entitas lokal dengan syarat menjadi pihak pengendali operasional dan konsolidasi finansial. Di sisi lain, pemerintah masih berupaya untuk menjadi pihak pengendali keuangan Vale. "Kalau mengenai keuangan nanti akan diselesaikan antara dua pihak MIND ID dan VCL," ujar Arifin.
Berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI), pemegang saham Vale Indonesia saat ini terdiri dari Vale Canada Limited dengan 43,79%, Sumitomo Metal Mining 15,03%, MIND ID 20%, Vale Japan Limited 0,55%, Sumitomo Corporation 0,14%, dan publik 20,49%.
Katadata sudah menghubungi Kepala Divisi Komunikasi PT Vale Indonesia, Bayu Aji Suparam, untuk menanyakan informasi mengenai komposisi 14% divestasi Vale Indonesia kepada MIND ID.
Divestasi lanjutan itu nantinya berpotensi berasal dari campuran saham Sumitomo Metal Mining-VCL atau seluruhnya akan berasal dari pelepasan saham VCL. Hingga berita ini ditulis, Bayu belum memberikan tanggapan yang diajukan.
Peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman, menjelaskan bahwa hak pengendali operasi yang jatuh kepada VCL bakal memberikan kewenangan utuh untuk menentukan anggaran operasional perusahaan, rencana perusahaan hingga Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Vale Indonesia.
"Maka MIND ID hanya jadi pihak penerima dividen saja. Tapi, kalau Vale Canada tidak mengendalikan operasi dan keuangan maka agak sulit untuk bangun hilirisasi di Indonesia," kata Ferdy saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Jumat (28/7).
Vale Indonesia sejauh ini sudah mendirikan tiga unit smelter nikel di dalam negeri. Vale bersama dengan Zhejiang Huayou Cobalt Company telah menandatangani Perjanjian Kerangka Kerjasama untuk mengembangkan proyek peleburan dan pemurnian nikel di Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Vale juga sedang pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel milik di Desa Bahomotefe, Kecamatan Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah. Smelter dengan nilai investasi sekitar Rp 37 triliun itu merupakan hasil kerja sama dengan Taiyuan Iron & Steel Limited (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology.
Terakhir, Vale juga tengah membangun smelter berteknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk mengolah bijih nikel limonit, di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Proyek yang menelan biaya US$ 1,8 miliar atau Rp 26,82 itu merupakan buah kerja sama dengan Zhejiang Huayou Cobalt Company atau Huayou.
"Dengan biaya investasi itu, secara bisnis masuk akal jika VCL pegang kendali operasional karena mereka sudah bangun industri hilir sebagai langkah kebijakan hilirisasi pemerintah," kata Ferdy.