RI Targetkan Percepat Bangun CCUS Hub, Ini Alasannya
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berupaya mempercepat pengembangan teknologi penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS).
Direktur Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Mirza Mahendra mengatakan, penerapan teknologi CCS/CCUS dalam industri hulu minyak dan gas bumi (migas) saat ini sangat diperlukan. Pasalnya, selain mampu menekan emisi, hal itu juga bisa meningkatkan produksi hulu migas.
Dia menyebutkan, saat ini Indonesia sudah memiliki 15 proyek kajian CCS/CCUS yang tersebar mulai dari Aceh hingga Papua. Sebagian besar proyek tersebut ditargetkan onstream sebelum tahun 2030, di mana total potensi injeksi CO2 antara tahun 2030 hingga 2035 berkisar 25 hingga 68 juta ton.
“Pemerintah bahkan berencana mengembangkan peraturan serta kajian pemetaan penyimpanan CO2 di luar wilayah kerja migas,” ujarnya melalui keterangan resmi, Jumat (25/8).
Mirza mengatakan, beberapa proyek CCS/CCUS sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 yang merupakan sumber CO2 berasal dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas. Sementara pemanfaatan CO2 dari industri lain hanya diperbolehkan untuk kegiatan CCUS dalam rangka meningkatkan produksi minyak dan gas.
"Peraturan Kementerian ESDM masih fokus pada CCS/CCUS di wilayah kerja migas. Jadi, proyek-proyek lainnya khususnya CCS Hub perlu diatur melalui peraturan yang lebih tinggi," kata dia.
Menurut dia, pentingnya CCS Hub hanya untuk menjawab tantangan tingginya biaya dalam pengembangan CCS/CCUS, dimana biaya paling tinggi adalah untuk capture atau penangkapan CO2 yakni sekitar 73% dari total biaya.
"Berdasarkan studi ERIA, biaya pengambilannya sekitar US$ 45,92 dan biaya penyimpanan sekitar US$ 15,93. Penangkapan merupakan hal yang paling mahal dalam hal biaya penangkapan CO2," ujar Mirza.
Oleh karena itu, menurut Mirza diperlukan kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan melalui CCS Hub dan clustering untuk meningkatkan kelayakan proyek CCS/CCUS dengan menggunakan fasilitas bersama. Selain itu, dia mengungkapkan bahwa pengembangan teknologi juga diperlukan untuk menyediakan teknologi yang lebih efisien dan efektif.
Selain penangkapan, implementasi CCS/CCUS akan sangat bergantung pada kapasitas penyimpanan. Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi telah membentuk Tim Satuan Tugas bersama LEMIGAS dan pemangku kepentingan lainnya untuk melakukan studi dan menghitung kapasitas penyimpanan CO2 untuk lapangan minyak dan gas serta saline aquifer.
Berdasarkan hasil sementara penelitian ini, potensi penyimpanan pada reservoir migas adalah sekitar 4,31 giga ton CO2 dimana sebagian besar berasal dari reservoir gas.
"Cukup banyak tempat penyimpanan yang khusus untuk CO2, perlu kajian lebih lanjut agar dapat memaksimalkan kapasitas penyimpanannya," kata dia.
Tantangan CCS/CCUS dari Sisi Risiko Dampak Lingkungan
Dalam mendorong pengembangan implementasi CCS/CCUS ini, Mirza mengingatkan akan tantangan dari sisi resiko dampak lingkungan. Menurutnya, pengangkutan CO2 membawa dampak yang jelas risiko lingkungan. Oleh karena itu, perlu kolaborasi lintas negara untuk memperjelas penanggung jawab risiko lingkungan.
Untuk menjawab semua tantangan pengembangan CCS/CCUS tersebut, Mirza menjelaskan pemerintah sedang menyusun rancangan Peraturan Presiden tentang CCS untuk memperluas implementasi CCS. Ini termasuk CCS Hub, CCS lintas batas, CO2 dari industri, dan pemanfaatannya di wilayah kerja non-migas.
Setidaknya terdapat tiga point utama yang melandasi perlunya Peraturan Presiden ini. Pertama diperlukan landasan hukum untuk mendukung pengembangan CCS yang aman dan efektif serta memberikan kepastian hukum bagi para investor. Kedua, untuk mengakomodasi pelaksanaan kegiatan CCS yang terintegrasi dari seluruh sektor dan transportasi lintas batas CO2.
“Kemudian yang ketiga yaitu pemanfaatan potensi simpanan geologi Indonesia sebagai CCS Hub,” ujarnya.
Pemerintah sejatinya telah merilis aturan CCUS lewat Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaran Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Migas.