Strategi ESDM Kerek Produksi Bioetanol: Adopsi Teknologi Brasil
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tastif mengatakan pemerintah berupaya meningkatkan produksi etanol domestik dengan memanfaatkan tanaman tebu dan mengadopsi teknologi dari Brasil.
Hal ini dilakukan demi mendukung suplai bioetanol untuk campuran bahan bakar Pertamax Green 95. Pertamax Green merupakan bahan bakar minyak atau BBM campuran Pertamax beroktan 92 dengan kandungan 5% bioetanol.
Arifin menjelaskan pemerintah sudah membangun pusat produksi bioetanol untuk bahan bakar kendaraan atau fuel grade di Jawa Timur dengan kapasitas 40.000 Kiloliter (KL).
Produksi tersebut berasal dari dua pabrik di wilayah Jawa Timur, yakni 30.000 KL dari PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Kabupaten Mojokerto dan 10.000 KL dari PT Molindo Raya Industrial di Kabupaten Malang.
Kendati demikian, Arifin mengakui sumber bioetanol di dalam negeri relatif masih minim. Menurut dia, pemerintah kini menyasar pengadaan kebun tebu di wilayah Papua dengan mengadopsi teknologi dari Brasil.
Arifin menceritakan pengamalam Brasil yang sukses memanfaatkan tanaman tebu menjadi bioetanol untuk campuran BBM. Dengan luas lahan tebu 9,5 juta hektare, saat ini Negeri Samba mampu memproduksi bahan bakar nabati (BBN) bioetanol dengan komposisi bauran 27% tetes tebu dan 33% bensin atau E27.
"Pemerintah melihat potensi pengembangan di Papua, karena dulu bibit tebu asalnya dari Papua dan pindah ke Portugis dan Brasil, sekarang kami coba untuk kembalikan ke habitatnya," kata Arifin kepada wartawan di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (1/9).
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian atau Kemenperin berencana menciptakan kawasan industri khusus di dekat lokasi sumber daya untuk pengadaan bioetanol. Bioetanol yang diproduksi berasal dari etanol hasil olahan molasses yang merupakan produk sampingan dari produksi gula.
Direktur Jenderal Ketahanan Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII), Eko Cahyanto, mengatakan kawasan industri berbasis sumber daya alam harus berdekatan dengan lokasi bahan baku.
"Kalau memproses tebu kan tidak boleh jauh-jauh nanti kualitasnya akan turun. Posisinya untuk bisa mendekati lokasi bahan bakunya," kata Eko di Gedung Nusantara I DPR Jakarta pada Selasa (20/6).
Presiden Jokowi berupaya untuk menebalkan cadangan pasokan bioetanol di dalam negeri guna mendukung langkah Pertamina untuk merilis BBM campuran Pertamax beroktan 92 dengan bahan bakar nabati bioetanol dalam waktu dekat.
Dukungan tersebut diwujudkan dalam pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati atau Biofuel yang ditetapkan pada 16 Juni 2023.
Untuk mempercepat swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai biofuel, kepala negara menetapkan sejumlah peta jalan strategi, seperti peningkatan produktivitas tebu sebesar 93 ton per hektare melalui perbaikan praktik agrikultur berupa pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan tebang muat angkut.
Perpres tersebut juga mengamanatkan penambahan areal lahan baru perkebunan tebu seluas 700.000 hektar yang bersumber dari lahan perkebunan, lahan tebu ralgrat, dan lahan kawasan hutan.
Peta jalan tersebut itu meliputi rencana jangka panjang pemerintah untuk meningkatkan produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu paling sedikit sebesar 1,2 juta kiloliter (Kl) paling lambat pada 2030.