Dana Transisi Energi Masih Sedikit, ESDM Berharap Ada Pendanaan Lain
Pemerintah telah menyepakati pendanaan transisi energi melalui kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP). Nilainya mencapai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun yang bisa digunakan dalam dua sampai tiga tahun kedepan.
Namun menurut perhitungan pemerintah, kebutuhan dana transisi energi diperkirakan mencapai US$ 100 miliar atau setara dengan Rp 153,3 triliun. Sehingga dana JETP tersebut masih sangat kurang untuk membiayai pembangunan transisi energi di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana membenarkan bahwa dana JETP tersebut tidak akan cukup untuk membiayai keseluruhan transisi energi sampai Indonesia bisa mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Sehingga perlu ada pendanaan tambahan diluar dari dana JETP.
“Adanya JETP diharapkan bisa menjadi katalisator atau percepatan, bahwa kita memang memerlukan banyak biaya diluar dari dana JETP itu,” ujar Dadan di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (8/9).
Untuk itu, Dadan berharap kehadiran dana melalui skema JETP tersebut bisa mendorong peluang adanya tambahan pendanaan dari sumber-sumber lainnya, seperti investasi dari luar atau dalam negeri untuk membangun transisi energi.
Saat ini Kementerian ESDM masih mengevaluasi dokumen perencanaan dan kebijakan investasi komprehensif dalam kerja sama transisi energi JETP tersebut. Dia berharap, dokumen tersebut bisa segera dirilis setidaknya saat acara COP-28 yang akan digelar pada 30 November 2023 mendatang.
Sebelumnya Kementerian ESDM menyampaikan, besaran dana hibah atau grant yang dialokasikan dari komitmen kemitraan JETP itu hanya sebesar US$ 130 juta atau setara dengan Rp 1,99 triliun.
“Yang saya tahu sekarang, dana hibah itu hanya sebesar US$ 130 juta,” ujar Dadan, Selasa (21/8).
Dadan mengatakan, jumlah Rp 1,99 triliun itu hanya sekitar 0,65% dari total pendanaan JETP yang dijanjikan oleh pakta iklim Amerika Serikat-Jepang sebesar Rp 310 triliun. Bahkan, nilai hibah itu juga lebih kecil dari yang sebelumnya disebutkan Kementerian ESDM yakni US$ 160 juta.
Di sisi lain, dia mengatakan pendanaan JETP nantinya memang lebih banyak akan diberikan dalam bentuk pinjaman komersial. Ini termasuk pendanaan swasta yang diinisiasi Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) senilai US$10 miliar.
Adapun pendanaan dari swasta tersebut juga melibatkan Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered. “Kemudian ada yang pinjaman, tapi pinjaman komersial yang bunganya lebih menarik," kata dia.
JETP pertama kali diluncurkan pada KTT Perubahan Iklim PBB ke-26 di Glasgow, Skotlandia pada 2021. Program ini merupakan inisiasi kelompok negara-negara kaya yang tergabung dalam IPG antara lain Inggris, Prancis, Jerman, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa (UE).
Program pendanaan ini untuk membantu negara-negara berkembang meninggalkan energi batu bara sekaligus mendorong transisi ke penggunaan teknologi yang lebih rendah karbon.